JAKARTA – Pernyataan Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto memancing reaksi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menerima laporan Prabowo, tentu dengan menyertakan data dan fakta terkait kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 25 persen.
Ya, Prabowo diminta memberikan data dan bukti otentik agar penjelasannya tidak hanya sekadar mengumbar sensasi. Ini dipelukan sebagai dari proses pendalaman. ”Besar sekali kebocoran 25 persen. Hampir Rp 500 triliun uang negara. Kalau ada data dan faktanya, silahkan segera laporkan ke pihak berwajib. Agar ini diproses hukum. Jangan sekadar bicara,” tegas Presiden Joko Widodo, kepada wartawan di sela kunjungannya ke Pondok Pesantren Al-Ittihad, Kabupaten Cianjur, Jumat (8/2).
Jokowi kemudian menyinggung tuduhan Prabowo pada 2014 lalu bahwa ada kebocoran anggaran negara sebanyak Rp 7.200 triliun. ”Dulu 2014 coba diingat-ingat, katanya bocor Rp 7.200 triliun. Sekarang itu bocornya kalau 25 persen itu berarti Rp 500 triliun. Duitnya gede banget Rp 500 triliun. Laporin ke KPK dengan bawa bukti-bukti dan bawa fakta-fakta,” ucap pria yang akrab disapa Jokowi itu.
Sementara itu, Jusuf Kalla (JK) cukup tenang menanggapi pernyataan yang disampaikan Ketua Umum Partai Gerindra itu. Bagi JK ungkapan Probowo berlebihan. ”Itu berlebihan. Kebocoran ya tentu ada. Ini dibuktikan dengan adanya kasus-kasus yang ditangani KPK. Tapi kalau sampai sampai 25, saya kira tidak sampai. Kalau mau menghitung jumlah pastinya berapa persen ya tentu tidak mudah. Tapi saya kira tidak sampai segitu,” papar JK di Markas Pusat Palang Merah Indonesia (PMI), kemarin.
JK mengatakan, kebocoran APBN memang terjadi yang terlihat dari banyaknya aparat pemerintahan yang tertangkap dan terlibat dalam kasus korupsi. ”Iya tentu, kalau tidak bocor kenapa banyak aparat pemerintah yang tertangkap, pasti bocor,” timpal JK.
Korupsi lumrah terjadi di setiap negara, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia yang sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Menurut JK, pos anggaran yang umumnya sering dikorupsi adalah alokasi anggaran untuk pembangunan. ”Tidak benar itu diratakan 25 persen, saya kira tidak. Bahwa anggaran itu kan di samping anggaran biasa, buktinya Anda tidak bisa korupsi, katakanlah gaji pegawai atau korupsi subsidi. Yang dikorupsi itu hanya anggaran pembangunan,” jelas JK.