Digelarnya festival itu pun bukan tanpa alasan, salahsatunya, untuk mengukur seberapa ketercapaian dari proses literasi harian di kelas, dan untuk meningkatkan daya kompetisi anak digelar festival literasi.
”Kegiatannya setiap tahun berubah, tahun kemarin apa dan sekarang apa tapi semuanya berbasis kebangsaan. Ini semua dalam rangka untuk mengukur ketercapaian, atau bahkan membangunkan potensi-potensi yang terpendam. Seperti kemarin pada waktu Maulid Nabi Muhammad SAW. Saya tidak tahu kalau anak-anak punya potensi di bidang tarik suara, mirip-mirip Nisa Sabyan, gambus. Ternyata ada, ketika ditampilkan. Jadi itu kan menjaring bibit-bibit, dan orientasi ke depan akan muncul ke FLS2N,” jelasnya.
“Dan mengapa ini harus menjadi kegiatan rutin di SMAN 17? Karena dipandang anak-anak SMAN 17 atau budaya baca sendiri sudah mulai agak pudar. Kalau tidak mulai dibiasakan,” imbuhnya.
Pada acara tersebut juga ada festival kuliner nusantara (Valitara), yang sudah berlangsung selama dua tahun. Pada valitara disajikan berbagai kuliner, khas nusantara termasuk mojang dan jajakanya. Namun, untuk tahun ini mojang dan jajakanya terbatas dari Jawa Barat.
“Nilai literasinya dimana? Jadi mereka mencari referensi. Kalau ingin menyajikan makanan Kalimantan, misalnya. Apa sih ciri khas makanan Kalimantan itu, kemudian anak-anak mencari, Kalimantan itu di mana letaknya, dan sejarahnya bagaimana, potensinya apa dan sebagainya,” tutupnya. (ign)