JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku mengalami kesulitan dalam mengungkap dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat korporasi. Lembaga antirasuah itu memandang proses penanganan perkara yang melibatkan korporasi lebih rumit dibanding perorangan.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif menuturkan, jerat kejahatan korporasi yang dijatuhkan KPK bukan sebagai tindakan merusak atau menjatuhkan korporasi maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini, kata dia, justru memiliki tujuan yang baik, yaitu sebagai cermin agar korporasi dan BUMN dapat bekerja secara profesional.
”Masyarakat perlu mengetahui bahwa korupsi yang melibatkan korporasi lebih rumit dibanding orang per orang,” ucap Laode dalam dialog bertema “Menjerat Korporasi” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/11).
Proses penanganan perkara yang melibatkan korporasi kerap menyita banyak waktu. Tak jarang, banyak pihak menilai perkembangan kasus tersebut mangkrak. Hal tersebut, kata Laode, dikarenakan belum ada aturan tertulis mengenai batas waktu yang dimiliki KPK dalam menangani kejahatan korporasi.
Kendati demikian, para pimpinan KPK selalu menganjurkan tim yang tergabung dalam deputi penindakan untuk secepat mungkin menyelesaikan penanganan perkara. ”Kami berharap selalu di bawah satu tahun (prosesnya). Kalau bisa enam bulan, alhamdulillah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, ada beberapa poin penting yang menjadi perhatian KPK dalam penanganan perkara korupsi korporasi. Pertama, kebiasaan menyuap atau berbuat curang dalam perusahaan, apakah hal tersebut hanya insiden belaka atau kejadian yang berulang. Kedua, dampak dari tindak pidana tersebut, apakah hanya lingkup kecil atau luas. Terakhir, komitmen atasan yang melarang terjadinya tindakan penyuapan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA), Djoko Sarwoko mengatakan, syarat korporasi dapat dijerat tindak pidana telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016. Perma tersebut mengatur soal tata cara penanganan tindak pidana korporasi.
Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan dalam menjerat korporasi, yaitu apakah mendapatkan keuntungan dari tindak pidana, apakah perusahaan membiarkan terjadinya tindak pidana, dan apakah perusahaan tidak mencegah terjadinya tindak pidana.