BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat secara resmi menetapkan status siaga darurat banjir dan longsor. Penetapan tersebut sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Barat Nomor 363/kep.1211-BPBD/2018 mengenai tiga mandat yang harus dijalankan.
Kepala BPBD Jawa Barat, Dicky Saromi menyatakan, mandat pertama yakni harus menyiapkan sejumlah langkah untuk menekan dampak bencana yang terjadi. Kedua, melakukan pengerahan dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), termasuk kesiapan logistik dan peralatan dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana.
”Mandat yang terakhir, BPBD harus terus melakukan proses mitigasi bencana dan terus mengimbau masyarakat melakukan hal yang sama, agar risiko bencana dapat ditekan. Jadi tiga itu yang menjadi amanat dari SK Ridwan Kamil,” kata Dicky di Bandung, kemarin.
Dikatakan Dicky, dengan terbitnya SK tersebut diharapkan masyarakat bisa turut serta dalam menekan dampak bencana yang terjadi di Jawa Barat.
Menurut dia, yang menjadi fokus pihaknya adalah masyarakat yang tinggal di kawasan banjir dan longsor.
”Terutama saat ada anomali cuaca yang tidak wajar atau mungkin pada sisi wilayahnya yang rawan untuk segera melakukan evaluasi dini saat bencana terjadi,” kata dia.
Dicky menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab bencana banjir dan longsor, di antaranya ialah luas areal hutan masih kurang ideal atau kurang dari 30 persen. Selain itu, curah hujan yang terbilang tinggi tidak diimbangi dengan pemanfaatan yang minim.
”Potensi curah hujan yang tinggi mencapai 48 miliar kubik harus kita tingkatkan pemanfaatannya, minimal 50 atau 70 persen dimanfaatkan untuk pertanian atau sumber air baku,” kata dia.
Selama ini, ungkap Dicky, potensi curah hujan di Jawa Barat memang belum bisa dimanfaatkan secara optimal. Pasalnya, hampir sebagian besar air hujan terbuang ke laut atau tidak terserap (run off). Kondisi run off akan menyebabkan banjir saat sistem drainase buruk. (mg1/ign)