Pemerintah Kabupaten Kota Tidak Boleh Tutup Mata

Dadang memerinci, pada saat peresmian akan digelar memorandum of understanding (MoU) dari pihak-pihak yang disebutkan di atas. Tidak hanya itu, karena banyak juga siswa yang tidak melanjutkan sekolah karena bekerja, maka pihak swasta pun akan dilibatkan dalam program tersebut.

”Setelah launching akan ada rapat rencana tindak lanjut (RTL). Tidak hanya berbagi tugas, tapi juga mendorong aspek legal (standing legacy) sebagai payung hukum,” paparnya.

Tentu, kata dia, teknis payun hukum yang sudah, baik peraturan pemerintah (PP) atau pun peraturan gubernur (Pergub) akan ditinjau kembali. ”Maka ditinjauan itu, kita akan lihat sekira-kira yang perlu dipertajam,” tegasnya.

Sementara itu, Tim Perumus Sekolah Jabar Juara Dr Sardin MSi mengatakan, secara formal Undang-Undang Nomor 23/2014 menegaskan, persoalan pendidikan khusus dan layanan khusus menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi. Namun demikian, bukan berarti bahwa pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki peran.

”Sebab, ada kewajiban kabupaten/kota juga mengembangkan sekolah inklusi, yaitu sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus. Sehingga tidak harus menjadi persoalan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus tersebut,” papar Sardin kepada Jabar Ekspres.

Menurut dia, penanganan khusus untuk sekolah segeratif (SLB) kewenangannya berada di Pemerintah Provinsi. Sedangkan inklusif (SD-SMP) menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. ”Makanya pemerintah daerah perlu dilibatkan karena ada kewenangan mereka di situ,” tuturnya.

Sardin menegaskan, mengurus pendidikan tidak bisa saling tutup mata hanya berdasarkan kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. ”Perlu sinergi sehingga sukses pendidikan menengah harus pula diawali dengan sukses pendidikan dasarnya,” tegasnya.

Secara ideologis Sekolah Jabar Juara sangat memotivasi semua pihak yang terlibat di dunia pendidikan. ”Saya sangat mengapresiasi secara ideologi. Tinggal didorong tataran praktis,” kata Sardin.

Tataran praktis yang dimaksud, di antaranya masalah infrastruktur dan kurikulum. ”Apakah dua-duanya sudah mendukung atau belum untuk saat ini,” ucapnya.

Mendukung atau tidaknya program tersebut, kata dia, tidak lepas dari peran semua pihak untuk memperbaiki semua hal. Mulai dari kebijakan dan praktiknya di satuan pendidikan.

Dan juara yang dimaksud bagi Sardin menyentuh dua hal: prestasi yang terukur dan mentalitas. Dan memang yang dibutuhkan Jawa Barat saat ini adalah juara dua hal tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan