BANDUNG – Adanya penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar Rp 1.668.372,83 ditolak keras oleh DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat (Jabar).
Ketua DPD KSPSI Jabar Roy Jinto mengatakan, pihaknya dengan tegas menyatakan sikap penolakam UMP yang baru saja dirilis oleh Dinas tenaga kerja Jabar pada Kamis (1/11).
Menurutnya, penetapan UMP 2019 Jabar terkesan mengada ada. Sebab, pada kenyataannya Jabar tidak membutuhkan UMP tersebut.
Selain itu, penetapan UMK tidak berpengaruh pada upah di daerah. Sebab, 27 kabupaten/kota sudah memiliki UMK masing-masing. Sehingga, yang berlaku di daerah adalah UMK.
“Penetapan UMP Jabar bertentangan dengan pasal 88 ayat 4 UU 13 tahun 2003 dan faktanya Gubernur Jabar dalam menetapakan UMP tidak berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL),” jelas Roy ketika dihubungi Rabu (1/11).
Dia menuturkan, penetapan UMP tidak menganalisa pertumbuhan ekonomi dan produktifitas secara menyeluruh dan tidak memperhitungkan produktifitas. Bahkan, Dewan Pengupahan Provinsi Jabar tidak pernah melakukan survey pasar untuk menentukan nilai KHL.
“Jadi penetapan UMP itu sangat tidak rasional dengan kebutuhan hidup sekarang,” tegas Roy.
Roy menilai, Gubernur Jabar sepertinya takut melanggar PP 78 tahun 2015 dan surat edaran menteri tenaga kerja. Akan tetapu disisi lain Gubernur tidak takut melanggar UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Padahal, lanjut Roy secara hilarki UU lebih tinggi daripada PP, ini yang membuat kaum buruh di jawa barat sangat kecewa dengan penetapan UMP jawa barat.
Disinggung apakan penolakan ini akan melakukan demonstrasi pihaknya akan menyuarakan aspirasi seluruh buruh dan pekerja untuk menuntut keadilan.
“Tentu kami akan lakukan perlawanan melalui aksi di Gedung Sate dalam waktu dekat. Bahkan, KSPSI juga akan melakukan upaya hukum baik mem PTUN kan SK tersebut maupun melakukan upaya gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung,” pungkas Roy. (yan)