NGAMPRAH – Hadirnya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dinilai belum menunjukkan dampak positif bagi masyarakat. Terutama soal perbaikan infrastruktur maupun dampak ekonomi. Hal itu disampaikan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna di Ngamprah, kemarin.
Bahkan menurut orang nomor satu di Bandung Barat ini, timbul keresahan dan dampak sosial di masyarakat yang lebih mencuat, seperti masyarakat yang harus tergusur, berkurangnya lahan terbuka hijau, kehadiran pekerja dan istilah-istilah asing yang membuat warga seperti terasing di daerahnya sendiri.
“Saya tegaskan KBB tidak perlu kereta cepat. Meskipun ini proyek strategis nasional tapi kalau enggak ada manfaat buat masyarakat saya untuk apa ?” tegasnya.
Dirinya bukan membangkang terkait proyek nasional ini, namun harus ada komunikasi yang jelas dari PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) kepada pemerintah daerah. Terlebih KBB menjadi salah satu wilayah yang dilalui trase KA cepat, bahkan groundbreaking proyek ini oleh Presiden Jokowi juga dilakukan di KBB. Sehingga, sangat tidak etis jika pemerintah daerah tidak diajak komunikasi dalam penataan kawasannya.
Umbara juga merasa tidak dihargai ketika beberapa waktu lalu yang datang ke pihaknya adalah konsultan perwakilan PT KCIC. Saat itu mereka menyampaikan akan membangun berbagai sarana dan prasarana di KBB. Tapi, ketika ditanyakan soal kebijakan mereka tidak bisa memutuskan, padahal dirinya ingin kepastian soal manfaat apa yang akan dirasakan warga KBB. Jika hanya kompensasi Rp 16,5 miliar, nilai itu dianggap tidak sebanding dengan dampak sosial yang muncul.
“Jangankan Rp 16,5 miliar, kalau mau ngasih Rp 50 miliar juga kami tolak. Yang kami inginkan adalah peningkatan infrastruktur jalan dari Cikalongwetan sampai Cisarua,” tuturnya.
Menurutnya, KCIC juga sudah mengajukan kawasan perkebunan Walini di Kecamatan Cikalongwetan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan meminta perluasan lahan dari asalnya 1.270 hektare menjadi 2.800 hektare. Perizinan untuk KEK itu ada di Pemkab Bandung Barat, tapi dengan ketidakjelasan kompensasi apa yang akan diberikan ke KBB maka pihaknya tidak akan memasukkan itu dalam revisi RTRW.
“Soal perizinan di kami (KEK), tapi tidak kami masukkan dalam revisi RTRW. Biarkan saja, larena sampe sekarang saya sudah jadi bupati atau saat menjabat Ketua DPRD KBB, belum pernah bertemu Direktur KCIC. Buat saya yang penting masyarakat yang harus menerima keuntungannya,” pungkasnya. (drx)