Perda UMSK Tak Kunjung Selesai

NGAMPRAH– Pembahasan Perda soal Ketenagakerjaan dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) tak juga selesai hingga Oktober 2018. Akibat sejumlah serikat buruh kesal dan meminta kejelasan pemerintah agar perda secepatnyaa diselesaikan.  Pasalnya sudah hampir lima tahun, pembahasan Perda Ketenagakerjaan dan UMSK tersebut tak juga selesai. 

“Sudah sejak lama kami menunggu hasil dari pembuatan perda soal UMSK ini. Tentu, kami kecewa karena pembahasan Perda itu (Ketenagakerjaan) sudah lima tahun mangkrak alias tidak beres-beres. Begitu juga dengan UMSK,” kata Ketua DPC KSPSI KBB Dadang Suhendar di Lembang, kemarin.

KSPSI KBB, ujar dia, pernah menyampaikan hal ini kepada Bupati KBB Aa Umbara Sutisna pada Senin (1/10/2018) lalu. Namun kenyataan tidak sesuai ekspektasi buruh. Akibatnya dalam agenda audiensi tersebut beberapa perwakilan buruh sempat melakukan walk out. Seperti dari Federasi RTMM SPSI, KEP SPSI, Kahut SPSI, dan TSK SPSI.

Dia beranggapan bupati tidak serius dalam menerima perwakilan buruh. Hal itu terlihat dari agenda yang dijadwalkan pukul 10.00 WIB, namun sampai pukul 11.50 WIB audiensi belum juga dimulai. Belum lagi tempat pertemuan yang disediakan juga tidak memadai sehingga membuat buruh menjadi tidak nyaman. Padahal saat itu buruh sudah disiapkan lima tuntutan yang akan disampaikan. “Tuntutan itu adalah soal Perda Ketenagakerjaan, Menolak PP 78, UMK, UMSK, serta laporan pengusaha nakal yang tidak melaksanakan UMK 2018,” ujar dia.

Selain perda, tutur Dadang, persoalan UMK dan UMSK menjadi hal yang urgent untuk segera dibahas. Sebab penetapan UMSK dan UMK dilakukan berbarengan, di mana paling lambat pada 20 November 2018 rekomendasi dari bupati harus sudah diserahkan ke provinsi untuk ditetapkan. 

Sementara hingga kini pengusaha belum juga membentuk asosiasi sektor sebagai syarat diberlakukannya UMSK padahal sudah diinstruksikan oleh pemerintah. “Kami ingin secepatnya Perda Ketenagakerjaan UMSK dan UMK 2019 segera ditetapkan. Survei pasar sudah dilakukan sebagai pertimbangan besaran UMK nantinya,” ujarnya.

Sementara itu, penerapan upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) di Bandung Barat tak kunjung terealisasi sampai saat ini. Salah satu penyebabnya, Apindo tak kunjung membentuk asosiasi pengusaha sektoral sebagai salah satu syarat pemberlakuan UMSK. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bandung Barat mempertanyakan lambatnya pembentukan asosiasi pengusaha tersebut, padahal surat bupati sudah dilayangkan sejak Februari 2017 lalu. 

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan