TASIK – Ratusan honorer kategori 2 (K2) mendatangi DPRD Kota Tasikmalaya. Mereka menyampaikan tuntutan kepada wakil rakyat untuk disampaikan kembali ke Pemerintah Pusat.
Ketua FHK2I Kota Tasikmalaya Asep Dian merinci saat ini honorer K2 di Kota Resik berjumlah sekitar 400 orang, yang tersebar di bidang pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan lain sebagainya. “Semoga wakil rakyat dan Pemkot dapat mendorong keinginan kami supaya diakomodir Pemerintah Pusat,” pintanya.
Dia pun menjelaskan alasan menolak dijadikan PPPK, lantaran mayoritas Honorer K2 saat ini berusia diatas 35 tahun. Sehingga dalam mengikuti seleksinya pun tidak memungkinkan. “Coba bayangkan kebanyakan kami berusia diatas 35 tahun. Mau masuk CPNS tak bisa, kalau jadi PPPK tidak ada kejelasan di masa pensiun,” tegasnya.
Asep mengeluhkan saat ini kuota yang terakomodir bagi honorer K2 di Kota Tasikmalaya hanya 8 orang, itupun untuk formasi bidang pendidikan. Sementara sisanya di angka 400-an orang masih bimbang akan nasibnya. “Belum di instansi lain, di lingkup Dinas Perhubungan saja kita ada 69 orang honorer K2,” keluhnya.
Ketua Koordinator FHK2I Wilayah Jawa Barat Cecep Kurniadi, kebijakan Pemerintah Pusat jelas merugikan para honorer. Skala prioritas perekrutan sangat tidak berpihak terhadap K2 yang telah mengabdi puluhan tahun. “Pengabdian sudah lama, tetapi sampai saat ini belum ada penghargaan bagi kami. Pengakuan pun tidak ada,” ungkapnya.
Hasil analisis di setiap kota kabupaten, kata dia, belum ada satu pun daerah yang mengakui bahkan mengapresiasi pengabdian honorer K2. Seharusnya Pemerintah Daerah bisa memberi apresiasi atas pengabdian bagi honorer K2 yang sudah membantu pelayanan masyarakat di setiap lini. “Di bidang pendidikan memang ada insentif dari sekolah masing-masing, tetapi yang bertugas di bidang lain bagaimana? Semua kan menjalankan tugas serta kewajibannya,” tanya Cecep.
Dia berharap Pemkot dapat memberikan pengakuan bagi honorer K2 berupa surat keputusan (SK) penugasan dari wali kota. Selain itu kesejahteraan mereka bisa diperhatikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ataupun sumber dana lainnya. “Kesejahteraan juga diharap bisa ditingkatkan. Kalau begini, sama saja penistaan terhadap honorer. Saat ini baru di kisaran Rp 400 ribu, sementara UMK sudah Rp 1,9 juta,” kata dia dengan nada meninggi.