BANDUNG – Lebih dari empat tahun program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan berjalan. Tantangan terbesar yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan adalah kolektabilitas iuran pada segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Peserta mandiri. Beragam karakteristik dan latar belakang masyarakat serta, menjadi salah satu alasan BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan pihak lain.
Salah satu metode pendekatan yang dibentuk oleh BPJS Kesehatan adalah Kader JKN-KIS. Kader adalah mitra BPJS Kesehatan yang menjalankan fungsi kolektabilitas iuran di wilayah tertentu.
Trimo (50), adalah salah satu Kader JKN-KIS di BPJS Kesehatan Cabang Bandung yang bertugas di Kelurahan Gegerkalong. Ia pertama kali bergabung sebagai Kader JKN-KIS pada bulan November 2017.
“Sebelumnya saya aktif dalam kepengurusan kepesertaan masyarakat yang tidak mampu yang menjadi Peserta PBI, karena waktu itu masih banyak warga dilingkungan saya yang belum mendapatkan Kartu JKN-KIS. Oleh karena itulah, saya merasa terpanggil untuk lebih membantu masyarakat dalam Program JKN ini”, cerita Trimo.
Trimo adalah salah satu Kader yang berkomitmen penuh dalam menjalankan tugasnya sebagai mitra BPJS Kesehatan. Hal ini terbukti dengan pencapaiannya sebagai Peringkat 1 Jawa Barat dan Peringkat 7 Nasional untuk laporan kolektabilitas iuran bulan Februari, Maret, dan April 2018 kemarin.
Trimo juga menyampaikan suka dukanya sebagai Kader JKN-KIS, dari mulai penerimaan bahkan penolakan dari masyarakat. “Alhamdulillah, banyak suka dukanya. Ada warga yang pertama kali kita kunjungi, bahkan belum masuk ke rumah mereka saja kita sudah tidak diterima. Saya tidak menyerah, selanjutnya akan saya kunjungi lagi dan kita jelaskan pelan-pelan. Alhamdulillah, mereka menerima dan mau melanjutkan”, jelas Trimo.
“Awal kunjungan, kita informasikan kepada Peserta bahwa Kartu beliau dan keluarga saat ini tidak aktif. Selanjutnya kita jelaskan, kalau yag bersangkutan atau keluarga ada yang sakit, maka akan kesulitan untuk berobat. Dengan seperti itu mereka yang awalnya tidak paham menjadi paham, bahwa kepesertaan JKN-KIS itu sangat penting. Biasanya setelah kunjungan ke-3, mereka mau bayar. Intinya menanamkan ke masyarakat bahwa jangan hanya membayar iuran saat dibutuhkan saja”, ceritanya.