Slot CPNS Jabar Ada 1.069

”Alasan serupa dengan tenaga kesehatan yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan non-pendidik dan kesehatan karena tenaga kesehatan dari dokter, spesialis, perawat dan lainnya di Jabar sangat kurang khususnya di daerah terluar, perbatasan dan terpencil yang jumlahnya sangat minim,” terangnya.

Ditambah dengan jumlah pensiunan untuk formasi tenaga pendidik dan kesehatan di tahun 2019 akan mengalami peningkatan. Sehingga, wajar apabila jumlah CPNS 2018 lebih banyak dialokasikan untuk tenaga pendidik dan kesehatan.

Sementara mengenai honorer, K2 dan tenaga non-ASN yang ada di Jabar, diakui Iwa, apabila di Jabar saat ini jumlah pegawai non-ASN baik kontrak maupun honorer sudah mencapai 24.000 dan ini tersebar di banyak OPD-OPD di Jabar.

”Untuk para honorer dan tenaga non-PNS yang ada di Pemda Jabar akan diberlakukan sama yaitu, dipersilakan untuk mengikuti seleksi CPNS seperti orang lain. Jangan berharap untuk bisa diloloskan karena prosedur akan sama sesuai aturan yang ada,” tegasnya.

Kemudian, dengan adanya aturan baru para honorer, kontrak hingga pegawai non-ASN tidak perlu khawatir karena disetiap OPD diperbolehkan adanya pegawai non-ASN dan honorer tersebut itupun tergantung dengan kebutuhan.

Ketua Komite Nusantara Aparatur Sipil Negara (KNASN), Mariani menuturkan tidak bisa dipungkiri praktik titip menitip sangat kental khususnya untuk pegawai yang langsung direkrut oleh lembaga atau OPD di daerah. Sebab, tidak ada pengawasan yang ketat.
”Untuk itu, pihaknya meminta validasi data sangat wajib dilakukan sehingga praktik ini bisa dicegah,” tuturnya.

Selain itu, upaya selain pengawasan KNASN pun mendesak lembaga pemerintahan seperti OPD dan lain sebagainya untuk tidak lagi melakukan sistem outsourching, pegawai kontrak dan sistem lainnya yang ditenggarai praktik titip menitip tersebut justru lebih besar dibandigkan CPNS dengan sistem CAT.

”Untuk itu, kami minta hapuskan outsourching. dan tidak melakukan diskriminasi dengan menyerap tenaga yang direkrut dari titip-menitip atau sarat tidak terbuka atau transparan,” tutupnya.

Disamping itu, Mariani menyoroti soal UU ASN yang dinilainya apabila revisi UU ASN khususnya Pasal 131 A tidak segera disahkan, maka tenaga honorer, kontrak atau pegawai non-PNS dilingkungan pemerintahan ataupun lembaga khususnya yang berusia lebih dari 35 tahun terancam tidak bisa mengkuti seleksi CPNS. Sebab, fakta di lapangan para pegawai itu rerata sudah berusia lebih 35 tahun atau sudah lama mengabdi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan