JAKARTA— Polri memastikan bakal memonitor potensi kemunculan produsen hoax dalam Pilpres 2019. Media sosial memang mulai memanas sejak pekan ini. Ini merupakan indikasi bahwa partai di Indonesia gagal membangun komunikasi politik yang sehat.
Karopenmas Divhumas Polri Brigjen M. Iqbal mengatakan, kepolisian memiliki tim patroli siber yang memantau informasi hoax beserta produsennya sejak jauh-jauh hari sebelum pendaftaran capres-cawapres. ”Kita lihat adakah unsur pidananya,” jelasnya.
Yang utama, sebenarnya adalah partai politik sebagai peserta dari pesta demokrasi. Siapapun yang yang melakukan perbuatan melawan hukum, apalagi main-main untuk memecah belah bangsa demi memenangkan salah satu calon. ”Maka, perlu kami gandeng semua agar berpolitik yang sehat,” tuturnya.
Sementara itu, Eksekutif Direktur Partnership for Advancing Democracy and Integrity (PADI) M. Zuhdan menjelaskan, kondisi perpolitikan di Indonesia sebenarnya memasuki era post-modern, di mana politik bukan bicara hal substansial. Tapi, hanya politik wacana. ”Politik tidak bergerak di akar rumput,” ujarnya.
Perubahan citizen menjadi netizen justru minus pendidikan politik. Banyak orang yang bicara politik, tapi tidak memiliki etika politik. ”Bukan politikus yang menempuh pergulatan politik, tapi ngomongnya (selalu) politik,” terangnya.
Karena tidak memiliki pendidikan politik, lanjut dia, banyak netizen yang jatuh pada politik antagonis. Politik bukan lagi soal perubahan sosial, namun justru menjatuhkan pihak lawan dengan segala cara. ”Menjatuhkan personalnya, bukannya menonjolkan kebijakannya yang pro rakyat,” ujarnya.
Informasi yang melimpah ruah ini gagal difilter oleh masyarakat. Sehingga, tidak mengetahui informasi mana yang seharusnya dipublikasikan. ”Muncullah hoax karena itu, terangnya.
Yang juga penting, kemunculan produsen hoax ini menunjukkan kegagalan partai politik menjalankan tugasnya. Yakni, mendidik secara politik dan membangun komunikasi politik sehat. ”Dengan bertebarannya hoax soal politik, pantaslah kita bertanya apakah partai gagal membangun komunikasi politik sehat,” terangnya.
Produsen hoax yang menjatuhkan salah satu calon juga menjadi indikasi adanya keterlibatan partai. Tidak mungkin produsen hoax berdiri sendiri. ”Pasti ada yang menggunakan pelayanannya untuk kepentingan atau tujuan tertentu,” terangnya.
Dengan begitu, partai di Indonesia sebenarnya memiliki tanggungjawab, setidaknya secara moral atas banyaknya hoax yang memecah belah bangsa ini. ”Partai harus ikut bertanggungjawab,” ujarnya. (idr/agm/rie)