JAKARTA – Rumor bahwa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Sukamiskin Bandung ”bersahabat” dengan para napi koruptor akhirnya terbongkar. Itu setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya indikasi adanya bisnis ilegal jual beli fasilitas “wah” dan izin luar biasa untuk “plesiran” para terpidana kasus rasuah, Sabtu (21/7).
”Borok” Sukamiskin itu terkuak melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Jumat (20/7) malam hingga dini hari kemarin. Empat orang ditetapkan tersangka dalam OTT itu. Yakni, Kepala Lapas (Kalapas) Sukamiskin Wahid Husein dan stafnya Hendry Saputra. Serta suami Inneke Koesherawati, Fahmi Darmawansyah dan tahanan pendamping (tamping) Fahmi, Andri Rahmat.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menjelaskan, tim bidang penindakan komisi antirasuah awalnya mengamankan Wahid bersama istrinya Dian Anggraeni di rumah mereka di Bojongsoang, Bandung. Dari rumah mantan Kalapas Kelas I Madiun tersebut, KPK juga mengamankan dua unit mobil ; Mitsubishi Triton Exceed warna hitam dan Mitsubishi Pajero Sport Dakar hitam.
”Selain mobil, tim juga mengamankan uang sebesar Rp 20,505 juta dan USD 410,” kata Laode. Secara paralel, tim juga mengamankan Hendry di rumahnya di Rancasari, Bandung Timur. Dari tangan Hendry, KPK mengamankan uang Rp 27,255 juta.
Wahid dan istrinya serta Hendry kemudian dibawa ke Sukamiskin untuk pengembangan. Setibanya di Sukamiskin, tim kemudian memeriksa sel Fahmi dan Andri. Dari situ, tim kembali menemukan uang Rp 139,3 juta dan sejumlah catatan sumber uang. Kemudian dari sel Andri, KPK mengamankan uang Rp 92,96 juta dan USD 1.000.
”Di sel AR, tim juga mengamankan dokumen pembelian dan pengiriman mobil Mitsubishi Triton berikut sebuah kuncinya,” beber Laode. Yang mencengangkan, kamar Fahmi ternyata banyak tersedia fasilitas “wah”. Mulai dari AC, TV, lemari pendingin, toilet duduk dan shower air panas, rak buku, wastafel, bed empuk, dan sejumlah alat elektronik, seperti laptop serta handphone.
Informasi awal yang diperoleh penyidik, sel mewah tersebut memang menjadi lahan basah bagi pejabat lapas. Terutama bagi Wahid yang baru empat bulan lalu menjadi kalapas Sukamiskin. Tarifnya pun cukup fantastis. Yakni berkisar Rp 200 juta sampai Rp 500 juta per kamar. ”Untuk tarif sedang kami teliti lagi berapa seseorang itu membayar,” kata Laode.