BANDUNG – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat menuturkan kendati jumlah penduduk miskin di Jawa Barat menurun siginifikan yakni sekitar 158,62 ribu jiwa dari 3.774,41 ribu jiwa (7,83 persen) pada September 2017 jadi sebesar 3.615,79 ribu jiwa atau 7,45 persen pada Maret 2018. Tetapi ketimpangan yang diukur oleh gini ratio justru menunjukkan peningkatan yaitu, dari 0,393 menjadi 0,407.
Menurut Ketua BPS Provinsi Jawa Barat, Dody Herlando, menurunnya jumlah penduduk miskin tetapi gini ratio justru tinggi ini disebabkan tidak meratanya pembangunan di Jabar.
”Sehingga, pendapatan yang dihasilkan akan mengalami hal yang serupa (tidak merata). Dan pola yang seperti ini lazim terjadi bagi negara berkembang yang mengalami fase transisi atau peralihan dari struktur ekonomi agraris menjadi industry,” ujar Dody kemarin (16/7).
”Dimana hasil pendapatan akan lebih banyak dan lebih dahulu dinikmati oleh pemilik modal dibandingkan oleh karyawannya, dan meskipun pendapatan petani naik tetapi tidak signifikan sebagaimana terjadi pada penduduk kelas ekonomi menengah dan atas,” tuturnya.
Lebih lanjut Dody menjelaskan, selain alasan tersebut. Faktor jumlah penduduk yang menikmati penghasilan tinggi tersebut penduduk kelompok ekonomi atas dan menengah. Sementara kelompok ekonomi bawah atau miskin hanya menikmati penghasilan rendah dengan pengeluaran per kapita perbulannya di bawah garis kemiskinan hampir mendominasi yaitu, sekitar sekitar 40%. Sedangkan kelompok ekonomi atas dan menengah hanya sekitar di bawah 20%.
”Artinya kue pembangunan di Jabar ini tidak merata, lebih banyak dinikmati oleh kelompok ekonomi atas dan menengah,” jelasnya.
Daerah yang menjadi kantong-kantong penduduk miskin terang Doddy, masih sama pada tahun sebelumnya yaitu, daerah Priangan Timur salah satunya, Tasikmalaya yang paling parah, setelah itu daerah Garut, Indramayu dan Depok. Menurut data yang dihimpun angka jumlah penduduk yang miskinnya pun masih tinggi.
”Artinya, sebagaimana dijelaskan di awal bahwa lagi-lagi pembangunan kurang merata di banyak daerah di Jabar ini. Untuk itu, kita berharap data-data kemiskinan ini akan menjadi alat kontrol pembuat kebijakan dalam membuat kebijakan ke depannya yang lebih pro terhadap masyarakat miskin, dan sebagai cara untuk menagih janji-janji kampanye disaat potret kemiskinan saat ini masih seperti ini,” terangnya.