JAKARTA – Baru-baru ini pendukung Calon Presiden Gatot Nurmantyo mendatangi DPP Partai Berkarya.
Kedatangan pendukung Gatot ini, selain komunikasi, mereka berharap agar partai Berkarya mendukung Gatot di Pilpres 2019.
Partai besutan Tommy Suharto tidak secara langsung menyatakan dukungannya ke Gatot.
Mereka justru berharap Relawan GN bisa bergabung dengan Berkarya di Pileg 2019.
Dalam pandangan, A Budiyono, selaku Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC), Dosen FISIP Universitas Al-Azhar Indonesia, mengatakan bahwa apa yang dilakukan Relawan GN merupakan sesuatu yang wajar.
“Ya wajar saja, hal itu dalam upaya meluaskan dukungan terhadap GN. Namun bila mengacu kepada UU Pemilu yang baru,” jelasnya, Senin (2/7).
Menurutnya, dalam Pilpres 2019 dibutuhkan setidaknya 20% Parliamentary Threshold (PT) agar GN bisa maju ke Pilpres.
” Pemegang tiket PT adalah parpol-parpol yang saat ini memiliki kursi di DPR. Sementara Berkarya adalah partai baru yang belum memiliki kursi, maka dengan sendirinya mereka tidak akan bisa memainkan peran strategis di Pilpres 2019,” jelasnya.
Dengan kata lain, bentuk dukungan yang bisa diberikan Berkarya ke GN tidak lebih dari dukungan moral dan politik.
“Dukungannya sama seperti dukungan ormas atau komunitas di masyarakat ke calon presiden,” paparnya.
Padahal yang dibutuhkan GN saat ini lebih dari itu, dimana ia memtutuhkan tidak hanya dukungan politik.
“GN butuh dukungan melainkan “tiket politik” dari parpol-parpol yang ada. Apakah merapatnya pendukung GN ke Berkarya menunjukkan bahwa ruang di partai besar (pemegang tiket 2019) mulai menyempit?,” Jelasnya.
Dirinya memastikan, bahwa mungkin saja situasi itu terjadi demikian.
” Perkembangan terbaru, PAN yang sejak awal kabarnya menyiapkan Tiket Capres untuk GN, dalam perkembangan terakhir justru membuka opsi bagi kembalinya Amien Rais ke medan laga,” terangnya.
Bahkan, deklarasi Koalisi Umat yang mendaulat AR untuk bertarung di Pilpres 2019 menunjukkan terjadinya pergeseran dukungan PAN.
“Jika GN mengharapkan dukungan dari Gerindra-PKS, tampaknya sangat sulit. Pasalnya pasca Pilkada 2018, justru terjadi bonus elektoral ke Prabowo Subianto setelah calon-calon yang didukung Gerindra-PKS tampil mengejutkan di Jabar dan Jateng—dua provinsi dengan populasi besar,” jelasnya.