SOREANG – Pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) menggunakan sistem zonasi di Kabupaten Bandung masih terkendala lokasi dan lahan sekolah. Sehingga, sampai saat ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung masih melakukan kajian.
Wakil Bupati Bandung Gun Gun Gunawan mengatakan, pada prinsipnya dalam PPDB di Kabupaten Bandung baik untuk diterapkan di sekolah dasar maupun menengah pertama. Sehingga, nantinya pengajuan pendaftaran itu akan dilakukan verifikasi berdasarkan peraturan yang ada.
Akan tetapi, yang menjadi kendala saat ini adalah lahan dan lokasi sekolah yang dituju. Terlebih, keberadaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Bandung belum merata.
Untuk itu, seandainnya ada mau melanjutkan sekolahn akan disurvei dan disesuaikan apakah itu memadai sesuai dengan peraturan yang ada dan ketersediaan sekolah yang dituju.
Gun Gun mengungkapkan, Pemkab Bandung saat ini terus menggenjot pembangunan SMP selain meningkatkan kualitas pendidikan dan kenyamanan sekolah.
Disinggung mengenai jumlah SD dan SMP dibandingkan dengan rasio penduduk di Kabupaten Bandung, Gun Gun menjelaskan, ketersediaan sekolah di wilayah padat penduduk dengan wilayah yang kurang penduduk harus dibedakan.
“Kalau dibilang tersedia, ya tersedia. Tapi apakah sudah mencukupi? Jangan sampai ketika membangun sekolah di daerah pelosok yang kurang jumlah penduduknya malah tidak ada siswanya,’’kata Gun Gun.
Gun Gun menegaskan, saat ini masih dibutuhkan sekolah baru di Kabupaten Bandung untuk menjamin daya tampung usia sekolah di Kabupaten Bandung. Kalaupun tidak dibangun sekolah negeri, lanjutnya, sekolah swasta pun dimungkinkan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Juhana mengatakan, terkait daya tampung SD dan SMP di Kabupaten Bandung relatif memadai. Juhana menjamin seluruh lulusan SD dapat tertampung di SMP.
“Jumlah SD di Kabupaten Bandung mencapai 1.400 sekolah sedangkan jumlah sekolah SMP mencapai 300 sekolah. Jika satu SD menerima satu rombongan belajar, di SMP bisa menerima hingga 11 rombongan belajar. Itu kan sepadan,” kata Juhana.
Juhana mengakui masih adanya pendaftar yang berjubel di satu sekolah tertentu. Hal itu disebabkan masyarakat masih mempunyai paradigma ingin menyekolahkan anaknya di sekolah negeri favorit. Padahal, lanjut dia, banyak sekolah swasta yang masih menampung banyak peserta didik.