Menurut dia, mengakomodir delik korupsi masuk ke dalam R-KUHP hanya akan menimbulkan citra buruk bagi rezim pemerintah dan parlemen saat ini. ”Presiden juga ingkar janji dengan poin ke-4 Nawacita-nya, yang menyatakan akan memperkuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Pemerintahan Jokowi dan Partai Politik yang ada di DPR nantinya akan tercatat sebagai lembaga yang melemahkan KPK dan upaya pemberantasan korupsi,” tutur Lalola.
Oleh karena itu, ICW pun membuat petisi agar menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Isinya, pertama, agar Presiden Joko Widodo dan ketua DPR serta ketua umum dari partai politik di DPR untuk segera menyelamatkan KPK dari bahaya dengan segera menarik seluruh aturan atau delik korupsi dalam R-KUHP,” ujarnya.
Baca Juga:Disperindag Jamin Harga Beras StabilPertamina Bagikan 3.500 Paket Sembako Murah
Kedua, pemerintah dan DPR agar lebih memprioritaskan pada pembahasan regulasi atau RUU yang mendukung upaya pemberantasan korupsi seperti Revisi UU Tipikor, RUU Pembatasan Transaksi Tunai dan RUU Perampasan Aset hasil kejahatan. ”Selamatkan KPK, Selamatkan Tipikor, Selamatkan pemberantasan korupsi di Indonesia,” pungkasnya. (rmo/jar/ign)
