Melalui kedua aplikasi ini, peran guru sebagai pengajar, sumber belajar, demonstrator dan pelatih dengan sendirinya harus bergeser pada peran-peran yang lebih bersifat akomodatif dan motivatif.
Pergeseran peran ini dalam pandangan beberapa ahli dan praktisi lebih banyak menyangkut peran-peran teknis yang dapat digantikan seperti peran sebagai sumber belajar sekarang digantikan oleh mesin pencari data seperti Google yang lebih cepat dan akurat.
Konsekuensinya kini guru tidak mungkin mampu bersaing dengan mesin dalam hal melaksanakan pekerjaan hapalan, hitungan, hingga pencarian sumber informasi. Mesin jauh lebih cerdas, berpengetahuan, dan efektif dibandingkan kita, karena tidak pernah lelah melaksanakan tugasnya. (Tiffany Reiss dan Jack Ma, 2017).
Kehadiran perangkat digital mengharuskan guru melakukan kontekstualisasi informasi serta bimbingan terhadap siswa dalam penggunaan praktis diskusi daring untuk memperkokoh perannya sebagai pendidik yang menanamkan nilai-nilai etika, budaya, kebijaksanaan, pengalaman hingga empati sosial karena nilai-nilai itulah yang tidak dapat diajarkan oleh mesin. Jika tidak, wajah masa depan pendidikan kita akan suram. Untuk menjawab tuntutan era disrupsi di bidang pendidikan, Kemendikbud telah menetapkan literasi digital sebagai salah satu bagian dari Gerakan Literasi Nasional.
Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang realisasinya dilakukan melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan Literasi Keluarga (GLK) dan Gerakan Literasi Masyarakat (GLM) memposisikan literasi digital sebagai salahsatu prioritas yang harus mendapat perhatian seluruh elemen masyarakat. Dalam rilisnya Kemendikbud mengutip pendapat Paul Gilster (1997), yang mengatakan bahwa literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer.
Dari konteks kehadiran perangkat komputer Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi.
Sudut pandang pendidikan memposisikan literasi digital sebagai kecakapan menggunakan media digital dengan beretika dan bertanggung jawab untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi.