BANDUNG – Penyandang Thalassemia di Jawa Barat (Jabar) ternyata memiliki angka tertinggi di Indonesia. Bahkan, tercatat lebih dari 9.000 atau 40 persen berada di berbagai kota di Jabar.
Ahli hematologi onkologi Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Dr. Susi Susanah mengatakan, pihaknya akan terus gencar memberikan sosialisasi secara langsung ke masyarakat tentang Thalassemia.
’’ Kita juga gencar memberikan sosialisasi ke seluruh rumah sakit yang ada di Jabar sampai tingkat Puskesmas,” jelas Susi ketika ditemui belum lama ini.
Susi menuturkan, jumlah penyandang Thalassemia terus meningkat seiring adanya pengobatan yang ditanggung oleh pemerintah lewat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebab, kata dia, masyarakat lebih terbuka untuk melakukan pemeriksaan.
Dia mengakui, pengetahuan masyarakat mengenai penyakit thalessemia memang masih rendah. Sehingga, masyarakat enggan memeriksakan dirinya. Padahal, resiko terkena Thalassemia faktor dari turunan juga cukup tinggi.
Susi menyebutkan, di Bandung Raya sekitar 800 orang. Namun, biaya perawatan Thalassemia memang tidak murah. Untuk satu orang dalam satu kali proses pengobatan saja bisa menghabiskan biaya paling kecil 5 juta rupiah, atau bahkan mencapai 10 juta rupiah.
”Satu pasaein 350 sampai 400 juta per tahun kalau memang perawatannya betul,” kata dia.
Susi menerangkan sebagai salah satu upaya menekan angka pengidap Thalassemia terlebih dahulu harus dilakukan konseling terhadap calon pasangan yang akan menikah. Sebab, resiko Thalassemia sebagian besar timbul dari faktor turunan.
Namun apabila sudah terlanjur menikah, untuk memilikik anak harus ada pertimbangan matang. Namun, Thalasemia bisa didiktesi ketika masih dalam kandungan.
Susi menambahkan, Thlassemia adalah kelainan darah akibat adanya sel darah merah gen pembentuk globin tidak ada atau sedikit, kelainan pada sel darah merah ini mengakibatkan mudah hancur.
Susi melanjutkan, sebagai dampaknya maka zat besi akan keluar dan menumpuk pada organ lain di dalam tubuh. Zat besi inilah yang kemudian menjadi persoalan karena untuk bisa menaikan darah merah harus dilakukan transfusi darah.
penyandang juga harus selalu meminum obat untuk menurunkan zat besi. Jika dilakukan secara disiplin, maka mampu meningkatkan angka harapan hidup bagi para penderita.