FANTASTIS, seorang Nabi Muhammad SAW dinobatkan menjadi orang yang berada pada peringkat pertama dan paling berpengaruh di dunia sampai saat ini. Bagaimana tidak, semua itu diakui semua kalangan di berbagai etnis, agama maupun golongan. Benang merah yang bisa diambil dari pribadi beliau adalah terjadi sinkronisasi dan kristalisasi antara nilai dengan perbuatan sehingga terwujud tatanan kehidupan masyarakat yang penuh dengan kenyamanan, hidup harmonis, terjadinya keseimbangan dalam hak dan kewajiban, dan masih banyak hal-hal yang lain dalam ruang lingkup menuju tren positifnya.
Dalam dunia zaman now, atau istilah di dunia pendidikan saat ini pengejawantahan sinkronisasi nilai dengan perbuatan diatas, di copy-paste ke dalam rumusan yang dinamakan dengan ”pendidikan karakter”. Mantan Menteri Pendidikan dalam Kabinet Kerja Anis Baswedan pernah mengutarakan bahwa karakter ini merupakan salah satu pijakan sebagai bahan proyeksi kebutuhan masa depan pendidikan pada abad ke-21. ”Karakter itu terbagi ke dalam dua bagian, ada yang dikategorikan karakter moral seperti iman, jujur, tidak sombong, rendah hati, dan sebagainya. Yang kedua yaitu karakter kinerja atau sikap seperti tanggung jawab, kerja keras, disiplin, saling tolong menolong, kerjasama,” ungkap Anis.
Dalam kesempatan yang sama juga, dua karakter ini harus ada perpaduan diantara keduanya antara moral dan kinerja atau sikap, karena bagaimana bisa terjadi keseimbangan nilai kalau hanya baik dalam satu karakter saja. Contohnya apabila ada guru jujur kalau sikapnya malas, mau bagaimana? Atau ada anak disiplin kalau moralnya tidak sopan bahkan cenderung melawan kepada guru bahkan bisa sampai mengadu ke orang tuanya sehingga bisa terjadi persekusi, mau bagaimana juga? Hal itu tentunya tidak bisa dibiarkan, harus dicari solusi agar dua-duanya saling mengisi dan akhirnya terjadi balancing dalam berperilaku dan penuh dengan etika.
Mahatma Ghandi ( Soedarsono, 2010) menggambarkan betapa tidak pentingnya perpaduan antara moral dan sikap, beliau mengutarakan ada 7 dosa yang mematikan (the seven deadly sins), yaitu : (1) semakin merebaknya nilai-nilai dan perilaku memperoleh kekayaan tanpa bekerja (wealth without work); (2) kesenangan tanpa hati nurani (pleasure without conscience); (3) pengetahuan tanpa karakter (knowledge without character); (4) bisnis tanpa moralitas (commerce without ethic); (5) ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan (science without humanity); (6) agama tanpa pengorbanan (religion without sacrifice); dan (7) politik tanpa prinsip (politic without principle).