BANDUNG – Calon wali kota Bandung Yossi Irianto meyebutkan kota Bandung masih banyak wilayah padat penduduk. Hal ini cermin dari belum meratanya dampak pembangunan kota ke semua warga.
”Harus ada intervensi dari pemerintah, sehingga ke depan program Rutilahu harus ditingkatkan lagi. Jika tidak ditangani, ketidakmerataan ini bisa mengganggu kebersamaan diantara warga,” kata Yossi saat blusukan di Kelurahan Karasak Kecamatan Astanaanyar Kota Bandung.
Dia mengaku prihatin saat blusukan, melihat banyakanya rumah tidak layak huni di wilayah-wilayah padat penduduk. Menurutnya hal itu lantaran masih banyak warga kelas menengah kebawah di kota Bandung yang tidak punya kemampuan untuk memiliki rumah yang layak.
Sebut Yossi, permasalahan di kawasan padat penduduk sangat kompleks mulai dari masalah air bersih, rumah tidak layak huni, sanitasi lingkungan hingga pembuangan limbah rumah tangga. Perlu penanganan yang terintegrasi dari stakeholder untuk menyelesaikannya.
”Perlu political will yang jelas dari pemerintah, sehingga kedepan saya akan mengalokasikan 60 persen anggaran pemerintah kota untuk penanganan masalah kemiskinan di daerah padat penduduk,” katanya.
Pria bergelar Doktor lulusan Universitas Padjadjaran itu mengungkapkan rencananya untuk melakukan penataan kawasan padat penduduk. Baginya pembangunan rumah deret bisa menjadi salah satu solusi dalam mengatasi kompleksnya permasalahan di lingkungan padat penduduk. Jika terpilih jadi wali kota, dia menegaskan, pihaknya akan meningkatkan anggaran pembangunan rumah deret.
”Saya pastikan akan diperbanyak sepanjang itu dibutuhkan dan menyentuh kesejahteraan masyarakat secara utuh,” ucapnya.
Yossi menambahkan daerah padat penduduk biasanya terdiri dari warga yang heterogen namun kebersamaanya tetap tinggi. Sehingga dia menilai kehidupan di sana cermin dari demokrasi Indonesia.
”Perbedaan di sini bisa disatukan oleh rasa kebersamaan dan kegotongroyongan,” tandasnya.
Namun tambah Yossi, bukan hanya masalah, tapi juga ada hal positig yang ada di kawasan padat penduduk. Yang biasamya tidak ada di kawasan perkotaan. ”Mereka terbiasa bertegur sapa, ngobrol bareng, berdiskusi, gotongroyong dan saling memperhatikan satu sama lain. Ini bisa jadi modal kuat untuk membangun lingkungannya. Tentu peran pemerintah memfasilitasi mereka supaya kreatifitas dan kebersamaan yang terbangun jadi produktif,” katanya.