Tak Bisa Digeser Meski Permintaan Presiden

Usai rajah bubuka, satu persatu perwakilan agama dipersilakan berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Intinya, mereka berdoa untuk keselamatan bangsa ini dan keutuhan NKRI. Setelah itu, baru rombongan menuju lokasi prosesi kawin cai. Air di dalam kayu serta kendi yang dibawa oleh para perwakilan dari nusantara itu dituangkan ke dalam sumur oleh salah seorang leluhur Cipageran.

Disinggung soal esensi Kawin Cai, Abah Yusuf menuturkan, cai (air) dianggap unsur sebagai yang dibutuhkan oleh semua orang. Selain itu air merupakan salah satu sumber kehidupan di bumi ini. Sehingga air yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kehidupan harus benar benar dijaga.

”Oleh karena itu melalui daerahnya masing masing mari kita membangun bangsa ini. Dalam istilah Sunda, ‘Kacai jadi saleuwi, sing tiasa ngahiji. Kadarat jadi saleuwak sing ngajadi tapak nagari walagri rahayat walugra, bangsa wiwaha nagara digjaya. Itu kita tanamkan dalam hati,” tuturnya.

Usai melakukan munajat di bale bambu, tiba pada puncak ritual, yakni Kawin Cai. Secara simbolis, semua perwakilan dari berbagai daerah dan lintas agama, memberikan ‘kele’ yang dibawanya, untuk kemudian diberikan ke seorang tokoh adat Kabuyutan Cipageran lainnya.

Semua orang yang hadir berjalan menuju sebuah sumur yang diberi atap penutup. Di sumur itu, tokoh adat Kabuyutan, Dedi Kuswandi, berdoa dilanjutkan dengan menerima ‘kele’ berisi air, untuk ditumpahkan ke dalam sumur itu. Secara simbolis, itulah Kawin Cai. Ketika semua air dari berbagai sumber air, bersatu dalam sebuah wadah, melambangkan NKRI.

Secara singkat, Dedi membahas mengenai 57 panempatan cai di Cimahi dan 500 lebih panempatan cai se-Jawa Barat, yang kemudian diadaptasi menjadi nama daerah, termasuk Cimahi, yang asal usulnya dari kata ‘Cai’ yang artinya air, dan ‘Mahi’, yang berarti cukup. Cimahi, berarti memiliki filosofi sebuah daerah yang airnya berkecukupan.

Di tempat yang sama, Ketua Paguyuban Pasundan Didi Turmudzi, mengatakan acara seperti ini yang sebenarnya mengandung konteks ‘akur jeung dulur, ngajaga lembur, panceug dina galur. Sehingga patut dilestarikan, didukung oleh Kabuyutan Cipageran yang turut serta menjaga keutuhan wilayah NKRI

Tinggalkan Balasan