Lebih Menyiksa dari Sakit Jantung

“Dari mana kamu tahu kena serangan jantung,” tanya dokter. “Sepupu saya meninggal minggu lalu. Dengan gejala yang sama,” jawab saya tersengal.

Seminggu terakhir ini keluarga saya dari Magetan memang terus menceritakan drama meninggalnya KH Ridlo Tafsir, kiai kami di Takeran, Magetan. Akibat serangan jantung.

Saya begitu terpengaruh kisah-kisah itu. Tapi setidaknya, dengan mengatakan kena serangan jantung, dokter segera ambil tindakan. Saya lihat ada dua tempat tidur pemeriksaan di ruang itu. Beberapa pasien diperiksa di kursi roda. Atau di kursi.

Ada perawat berkebangsaan Filipina yang bisa berbahasa Indonesia. Dialah yang memarahi saya agar tidak terus berteriak kesakitan. Saya tidak memperdulikannya. Dia tidak tahu tersiksanya badan saya.

Dokter Madinah ini bergegas menyiapkan alat-alat pemeriksaan jantung. Di kanan kiri tempat tidur saya. Perekaman jantung dimulai. Stetoskop dipindah-pindah: dari dada kiri, dada kanan, bagian-bagian di perut dan punggung.

”Jantung Anda prima. Baik sekali,” ujar dokter setelah membaca print out rekaman jantung. ”Anda ini tidak apa-apa. Anda boleh kembali ke hotel,” ujar dokter tersebut. Kata-kata dokter itu diucapkan dengan nada tertentu. Seperti menyalahkan saya. Memojokkan saya. Sok tahu kena serangan jantung. Bikin ruangan bising. Bikin semua perawat sibuk.

Meski dipojokkan begitu saya lega. Jantung saya ternyata dalam kondisi prima. Menjadi pasti sakit saya ini…..bukan serangan jantung. Berarti tidak akan mati mendadak. Tapi sakit apa? Saya tidak mau meninggalkan rumah sakit. Napas saya masih sesak. Masih tersengal. Posisi badan pun masih serba salah. Serba sakit.

Dada masih nyeri. Punggung masih sakit. Perut masih terasa sangat penuh. Saya menolak pergi dari RS. Tapi saya tidak panik lagi. Sudah lebih tenang. Sudah ada penegasan saya tidak kena serangan jantung. Tidak akan segera menyusul Kiai Ridlo Tafsir, sepupu saya itu. Tapi saya ini sakit apa?

Saya pun menceritakan asal usul apa yang terjadi sebelum sakit ini. Dokter mau mendengarkan. Lalu memeriksa lebih teliti perut saya. Rupanya dia melihat perut saya memang bergejolak. Akibat makanan-makanan yang dengan rakus saya lahap sepanjang pagi itu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan