Lebih Menyiksa dari Sakit Jantung

Sepanjang dipapah di lorong menuju lift saya terus berusaha mengatakan bahwa saya kena serangan jantung. Sambil memukul-mukul dada. Maksud saya agar saya mendapat prioritas lift.

Di sepanjang loby saya juga terus berusaha teriak bahwa saya kena serangan jantung. Siapa tahu ada dokter di kerumunan orang di loby itu. Keluar hotel, melewati parkir, taksi sudah siap. Sedan. Cukup tiga orang: Azrul, Tatang dan saya.

Saya terus bicara keras sebisa saya. Bahwa saya kena serangan jantung. Suara saya memang tidak jelas karena posisi saya harus terus menengadah dan mulut terus membuka. Tapi sopir taksi cukup baham kata-kata ”I got heart attack” yang terus saya ucapkan secara darurat.

Saya rasakan sang sopir lagi zig-zag. Menerobos lalu-lintas kota Madinah yang ramai. Bahkan saya lirik taksi ini memotong jalan. Melanggar aturan. Demi cepat mencapai rumah sakit. Dalam hati saya memuji keberanian sopir melanggar aturan itu.

Azrul memapah saya menuju UGD. Tatang membereskan taksi. Sepanjang dipapah menuju ruang UGD napas saya masih tersengal. Hanya bisa bernapas dalam posisi wajah menengadah. Dan mulut membuka. Tapi, meski suara kurang jelas, saya terus mengucapkan kata-kata bahwa saya lagi kena serangan jantung. Agar perawat dan dokter di situ ambil perhatian serius. Benar saja. Perawat bergegas membawakan kursi roda. Mendorong saya menuju ruang perawatan.

Membaringkan saya di tempat tidur pemeriksaan. Tapi begitu berbaring saya terjunggit bangun. Saya tidak bisa bernafas dalam posisi berebah. Dokter langsung membuat tempat tidur itu dalam posisi tegak separo. Agar saya bisa diperiksa dalam posisi setengah duduk. Sambil nafas terus tersengal, wajah menengadah dan mulut terbuka.

Madinah lagi musim dingin. Udara kering. Bibir kering. Tenggorokan yang terus membuka ikut kering. Saya minta Azrul, yang terus memijiti punggung saya yang nyeri, untuk meneteskan air ke tenggorokan saya yang terus membuka. Setiap lima menit. Saya masih bisa berpikir tenggorokan itu bisa luka. Dan menimbulkan persoalan tersendiri.

Saya menengok wajah dokter. Arab. Terlihat dari wajah, brewok dan pakaian gamisnya. ”Saya kena serangan jantung,” kata saya padanya. Beberapa kali. Sambil memukul dada yang sakit. Punggung saya juga sakit dan perut saya terasa penuh sesak.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan