Bandung – Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat akan menghapus Ujian Sekolah (US) bagi jenjang pendidikan SMA/SMK pada tahun ajaran 2017/2018 dan menggantinya dengan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) yang mengujikan seluruh mata pelajaran.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jawa Barat, Ahmad Hadadi mengatakan, komposisi soal yang diterapkan pada USBN tahun ini adalah 90 persen pilihan ganda dan 10 persen esai yang berlaku bagi semua jenjang pendidikan yaitu Pendidikan Luar Biasa dan Pendidikan Kesetaraan pada jenjang tersebut.
”Sebanyak 75-80 persen materi naskah soal pada USBN jenjang SMA, dan SMK juga disiapkan oleh guru pada satuan pendidikan. Kemudian, materi itu dikonsolidasikan dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),” kata Hadadi dihubungi melalui sambungan telepon, kemarin (6/2).
Dikatakan Hadadi, hasil penyusunan materi soal USBN bagi jenjang SMA dan SMK yang melibatkan guru tersebut, kemudian dikombinasikan dengan 20 sampai 25 persen soal yang disiapkan pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
”Soal itu kemudian diperiksa dan dirakit bersama oleh KKG atau MGMP, di bawah koordinasi Dinas Pendidikan. Standar dan kisi-kisi ditetapkan oleh BSNP,” ujarnya.
Menurut Hadadi, pemberlakuan USBN dinilai sangat strategis, khususnya sejak Ujian Nasional (Unas) tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Selain itu, dia menilai sudah cukup lama guru tidak terbiasa membuat alat evaluasi hasil belajar siswa.
”Dengan USBN, kita juga meningkatkan kompetensi guru. Jadi bukan sekadar apa yang diajarkan guru, tapi apa yang harus dimiliki oleh siswa saat dinyatakan lulus,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Yomanius Untung mengatakan, pemberlakuan USBN dinilai bagus karena ada beberapa persen soal berstandar nasional yang diterapkan, namun kelulusan tetap ditentukan sekolah.
”Kalau gak salah hanya 30 persen yang bestandar nasionalnya, sementara yang lainnya itu dibuat oleh sekolah,” jelas Yomanius.
Selama ini, lanjut dia, penerapan Unas adalah sebagai parameter mutu pendidikan di setiap daerah dan juga pemetaan kualitas kelulusan. Sebab, kebutuhan disetiap daerah dinilai berbeda karena hasil dari ujian nasionalnya juga berbeda.