BANDUNG – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung mempidanakan lima perusaahan yang diduga melakukan pembuangan limbah ke sungai Citarum. Selain itu 126 perusahaan lainnya mendapatkan peringatan.
Lima perusahaan perusahaan tersebut dikatakan Kepala DLH Kabupaten Bandung Asep Kusumah, telah diputuskan di Pengadilan Negeri Bale Bandung atas kasus pelanggaran serius pengelolaan limbah perusahaan, dengan pemilik perusahaan sebagai terdakwanya.
”Beberapa waktu lalu, kami sudah melayangkan surat peringatan ke 126 perusahaan penghasil limbah. Sepanjang Tahun 2017 sudah diterapkan 36 sanksi admnistrasi, yakni 24 surat paksaan pemerintah, 12 teguran tertulis. Dan rentang waktu 2012-2017 telah ada Lima putusan pengadilan dengan terdakwanya pemilik perusahaan, serta sudah menutup 48 bypass,” kata Asep saat ditemui di ruang kerjanya.
Meski sudah dilakukan sanksi terhadap perusahaan perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut, namun diakui dirinya di lapangan masih terjadi adanya pelanggaran serupa.
”Beberapa perusahaan sudah melanggar komitmen, juga aturan yang berlaku. Maka saya pastikan, untuk perusahaan yang masih tidak mengindahkan teguran administratif yang kami layangkan. Seperti surat peringatan dan surat paksaan pemerintah sebelumnya, akan ada tindakan serupa,” tegas Asep.
Dikatakan dia, sesuai dengan arahan Bupati Bandung, semua pelaku usaha sudah diberikan haknya untuk berusaha secara sah di Kabupaten Bandung. Sehingga selanjutnya, harus tumbuh kesadaran dan integritas yang kuat dari perusahaan untuk memenuhi kewajiban, khususnya dalam pengelolaan limbah.
”Sebagaimana telah dituangkan dalam dokumen lingkungan dan perijinan usahanya. Sehingga memberikan kontribusi yang konkret untuk mencegah kerusakan lingkungan, termasuk tentunya sungai Citarum dan Cisangkuy,” ungkapnya.
Dia meminta perusahaan perusahan yang telah menerima surat teguran administrative tersebut dapat mengindahkannya. “Karena surat peringatan, teguran tertulis, dan paksaan pemerintah akan berimplikasi pada pidana dan pembekuan izin berkoordinasi bersama DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu),” terangnya.
Menurutnya, pelanggaran pelanggaran yang dilakukan perusahaan dimaksud di antaranya karena inkonsistensi pengelolaan. Padahal instrumen sudah ada, yakni melalui dokumen lingkuan dan perizinan lainnya. Lanjutnya, inkonsistensi di antaranya terjadi dari pemilik, manajemen, atau operator.
Dia mengatakan, penguatan pelibatan dan partisipasi masyarakat melalui badega lingkungan dan pelayanan pengaduan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DLH menerapkan pelayanan pengaduan melalui beberapa media yang terintegrasi melalui pos pengaduan.