Tampak hadir Wakil Ketua Umum IKA UPI Yomanius Untung, Ketua IKA UPI Bidang Advokasi dan Hukum Iwan Hermawan, ahli administrasi Pendidikan Diding Nurdin, Kepala SMA Negeri 9 Bandung Agus Setia Mulyadi, Ketua Pesatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Sukabumi Dudung Koswara, pengawas Pendidikan menengah Dinas Pendidikan Jawa Barat Dian Peniasari, dan sejumlah aktivis pendidikan di Jawa Barat.
Yomanius Untung menilai, keharusan mengajar tatap muka di kelas menunjukkan bahwa Dinas Pendidikan mencoba menyederhanakan masalah pelik pendidikan di Jawa Barat. Selain tidak sesuai ditinjau dari sudut pandang anggaran, Kadisdik dianggap kurang memahami dengan baik profesi guru. Guru, tegas Untung, tidak bisa dipersamakan dengan ASN lain di pemerintahan. Alasannya, untuk hadir di depan kelas selama dua jam pelajaran misalnya, guru memerlukan persiapan mengajar yang tidak ringan.
”Jangan salah, tugas guru itu tidak mudah. Jangan anggap ASN guru dengan pegawai pemerintah lainnya sama. Jelas beda. Kalau kita menyimak Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Guru, maka tugas guru itu bukan hanya mengajar. Harusnya tugas-tugas lain itu ekuivalen dengan mengajar tatap muka,” tegas alumni Pendidikan Bahasa Inggris tersebut.
Mengutip bunyi PP 19/2017, Untung menguraikan, ”Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”
Sejalan dengan itu, Untung meminta Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk bertindak secara lebih hati-hati dalam menentukan kewajiban mengajar tersebut. Namun demikian, Wakil Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat tersebut menilai informasi yang beredar tersebut belum bisa dikategorikan sebagai kebijakan pemerintah. Alasannya, secara kelembagaan, Pemerintah Provinsi melalui Dinas Pendidikan belum pernah mengeluarkan kebijakan tersebut. ”Saya lihat belum pernah ada kebijakan itu,” ujarnya singkat.
Dari sisi anggaran, Untung menilai ada kesalahan cara memahami anggaran dari organisasi perangkat daerah (OPD) di Jawa Barat. Meski proporsi anggaran Dinas Pendidikan mencapai 41 persen dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), namun jumlah tersebut sudah termasuk titipan dana biaya operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi sebesar Rp 7,3 triliun. Tanpa dana titipan tersebut, sebenarnya anggaran Pendidikan hanya sekitar 15 persen dari total APBD. Ini yang keliru dipahami OPD lain.