Sementara itu, dalam diskusi dengan Ikatan Alumni Universitas Indonesia di Salemba kemarin, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mempersoalkan dukungan pemerintah kepada KPK. Political will pemerintah dinilai belum utuh dalam upaya penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi.
Dalam sebuah pertemuan di Malaysia pekan lalu, Laode bertanya tentang resep pemberantasan korupsi yang dilakukan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura kepada direkturnya langsung. Dengan jumlah perkara korupsi yang nyaris nihil, CPIB masih dipertahankan sampai saat ini. Jawabannya hanya dua kata, political will.
Sejak awal, pemerintah Singapura menginginkan penegakan hukum benar-benar dibereskan. ”Sedangkan kita begini terus, terombang-ambing, political will nggak tampak,” tuturnya. Lebih spesifik, political will tidak kompak antara satu dan yang lain. Dalam hal ini pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Ketidakseimbangan itu membuat komitmen pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan. ”Saya pikir dari pemerintah (eksekutif, Red) cukup. Tapi, mungkin dari parlemen (legislatif, Red) kurang,” ucapnya. Padahal, political will mencakup tiga unsur tersebut.
Dengan beberapa bentuk dukungan dari pemerintah, menurut Laode, misalnya strategi nasional antikorupsi yang dikerjakan bersama, KPK akan menjadi instansi pemerintah yang menjalankan strategi nasional pencegahan korupsi. (byu/bay/c11/agm/rie)