Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof Hariadi Kartodihardjo menjelaskan, salah satu bentuk perusakan lingkungan di Jawa adalah alih fungsi lahan. ’’Saat ini, alih fungsi lahan sudah sangat masif,’’ terangnya kepada Jawa Pos (Jabar Ekspres Group).
Sementara itu, untuk mendukung ketahanan air dan pangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mengejar pembangunan bendungan. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, hingga 2019 nanti, setidaknya ada 65 bendungan yang rampung. ”Itu meliputi 16 bendungan yang belum selesai dan 49 bendungan baru,” tuturnya.
Dia menjelaskan, hingga 2016 sudah ada tujuh bendungan yang selesai dibangun. Yakni Bendungan Rajui Aceh, Bendungan Jatigede Sumedang, Bendungan Bajulmati Banyuwangi, Bendungan Nipah Madura, Bendungan Titab Bali, Bendungan Paya Seunara Sabang, dan Bendungan Teritip Balikpapan. Sementara itu, pada 2017 ditargetkan ada tambahan beberapa bendungan baru seperti Bendungan Raknamo di Kupang, Bendungan Tanju NTB, dan Bendungan Mila NTB.
Pada 2017 juga akan dibangun sembilan bendungan baru . Yaitu Bendungan Rukoh di Aceh, Way Apu di Maluku, Baliem di Papua, Lausimeme di Sumatera Utara, Sidan di Bali, Pamukkulu di Sulawesi Selatan, Komering II di Sumatera Selatan, Bener di Jawa Tengah, dan Bendungan Temef di NTT.
Selain membangun bendungan, Kementerian PUPR juga membangun embung. Di Madura misalnya, Kementerian PUPR berencana membangun beberapa embung. Yaitu Embung Cangkerman, Embung Samiran di Pamekasan, Embung Batolebar di Sampang, dan Embung Air Baku Poja Parsanga di Sumenep serta pengamanan Pantai Slopeng di Sumenep.
Tahun depan, Kementerian PUPR akan membangun lebih banyak lagi bendungan. Anggaran yang diberikan kepada Kementerian PUPR akan dialokasikan untuk pembangunan 47 bendungan, dengan komposisi 11 bendungan baru dan 36 bendungan yang merupakan lanjutan pekerjaan tahun sebelumnya (on-going). Sebanyak 54 embung baru juga akan dibangun. (tau/byu/and/jun/rie)