Dedikasi Djariman ’’Ki Ledjar’’ Soebroto Pada Wayang Kancil

Nah, ketika mendapati menurunnya interes anak-anak dan remaja terhadap wayang, Ki Ledjar pun mencari cara membuat mereka berminat. Muncullah ide membuat wayang kancil. Lengkap dengan tokoh-tokoh hewan lain seperti buaya, kerbau, harimau, dan binatang lain.

Ki Ledjar banyak mengambil kisah wayang kancilnya dari sejumlah cerita rakyat. Dengan kancil sebagai binatang cerdik tetap menjadi sajian utama, ditambahi isu lingkungan.

Kalau Anda pernah menonton serial televisi Pada Zaman Dahulu produksi Malaysia, seperti itu pula kisah-kisah yang diangkat Ki Ledjar. Kancil selalu menjadi tokoh utama dalam semua cerita.

’’Kisahnya saya buat sebagai sarana kepedulian terhadap lingkungan hidup. Dapat temanya dari gubernur dan dinas lingkungan (Jogjakarta),’’ jelas Ki Ledjar.

Semua cerita ditampilkannya dalam durasi 45 menit sampai 1 jam. Sangat ringkas jika dibandingkan dengan pertunjukan wayang kulit yang umumnya berlangsung semalam suntuk. Tema yang kerap dimaikannya, antara lain, kancil menolong kerbau yang ditipu buaya. Atau, kancil adu lari dengan siput. Dan, kancil yang menyelamatkan warga hutan dari tipu daya harimau.

Ada sisipan tema lingkungan di dalamnya dengan menambahkan fenomena sungai dan hutan yang kotor dalam ceritanya. Penuturannya dalam bahasa Jawa kromo dikombinasikan dengan bahasa Jawa ngoko. Tapi, tak jarang pula dalam bahasa Indonesia kalau audiensnya tidak paham dengan bahasa Jawa.

Itu pun kadang masih ditambah ilustrasi keseharian agar lebih gampang ditangkap. ’’Misalnya, kalau penontonnya sudah cukup dewasa, untuk menggambarkan sungai kotor, saya ceritakan sampai BH saja ada yang keli (terbawa arus, Red) hehehe,’’ ujarnya.

Di dalam negeri, yang paling sering mengundang dia ndalang biasanya instansi pendidikan. Kadang-kadang juga organisasi budaya.

Untuk luar negeri, sejak 2008, Ki Ledjar diminta mementaskan wayang kancil di Festival Tong Tong atau Pasar Malam Besar di Den Haag, Belanda. Itu merupakan festival terbesar untuk budaya Eropa-Indonesia.

Dia mengenang penampilan pertamanya di festival itu sebagai salah satu pentasnya yang paling berkesan. Sebab, penonton begitu antusias menyaksikan wayang yang tidak pada umumnya.

’’Saya ikut dari 2008 sampai sekarang. Cuma tahun ini memang tidak ikut karena dari sananya kekurangan biaya,’’ ucap suami Sukarjiyah itu.

Tinggalkan Balasan