Sinden Inggris yang Bantu Usir Stres Narapidana dengan Gamelan

Tingkatkan Percaya Diri, Amarah Napi Kian Terkendali

Begitu kenal dengan gamelan, Cathy Eastburn langsung jatuh cinta. Alunan musik gamelan menenangkan pikiran dan seolah merasuki tubuhnya. Cathy pun lantas punya ide mengenalkan gamelan kepada narapidana.

Andra Nur Oktaviani, Surakarta

EMPAT belas tahun silam, Cathy punya ide menarik, yakni membawa gamelan masuk ke penjara. Dia ingin mengajari para narapidana (napi) bermain gamelan. Alasannya sederhana.

Selama mengenal gamelan, Cathy merasakan sesuatu yang menenangkan. Ketenangan itu juga yang dibutuhkan para napi yang sedang menjalani masa tahanan.

Perkenalan Cathy dengan gamelan berawal 20 tahun lalu di Southbank Centre, London. Di sana dia mendaftar sebagai anggota pemula. Sebelumnya Cathy pernah mendengar lantunan gamelan. Dia mengakui, suara gamelan membuatnya merinding. Suara gamelan seolah merasuki tubuhnya. Sangat indah dan tidak bisa dilupakan.

”Ada hal spiritual yang saya rasakan dari suara gamelan. Saya lalu ikut kelas pemula, lalu ke kelas menengah sampai kelas lanjutan,” ungkapnya saat ditemui di Surakarta Senin pekan lalu (21/8).

Selain suaranya yang menakjubkan, cara bermain gamelan membuatnya jatuh cinta. Bermain gamelan menuntut setiap pemain tidak egoistis. Mereka harus belajar mendengarkan permainan pemain lain untuk menyamakan nada. ”Semuanya harus terkoneksi. Saya senang sekali bisa jadi bagian dari kelompok yang besar,” ucap dia.

Saat mengenal gamelan, Cathy sama sekali tidak mengenal Indonesia. Dia hanya bisa menebak bahwa gamelan merupakan alat musik tabuh yang berasal dari sebuah negara di Asia Tenggara. Setelah mengikuti kelas, perlahan dia mulai mengenal Indonesia. Selama belajar gamelan, banyak sekali hal yang dipelajari. Tidak semata bermain gamelan dan mengenal Indonesia. Lebih dari itu, dia juga belajar bahwa gamelan ternyata bisa membuat dirinya lebih rileks.

Lantaran memiliki minat di bidang psikologi, Cathy merasa gamelan punya dampak yang bagus terhadap psikologis seseorang. ”Gamelan punya sifat terapeutik. Saya merasakannya sendiri dan ingin membaginya dengan orang lain,” kata dia.

Cathy lalu berpikiran mengenalkan gamelan kepada para napi. Alasannya, para napi itu rentan sekali dihinggapi stres. Pergerakan yang terbatas serta terisolasi berpotensi membuat mereka tertekan. Benar saja, begitu diperkenalkan dengan gamelan, para napi tersebut merasakan hal yang sama. Merasa rileks. ”Kala itu saya hanya berpikir ide ini akan sangat bagus untuk orang lain,” kenangnya.

Tinggalkan Balasan