“Terbukti, bahwa Akper Sumedang sering menjadi acuan dan studi banding bagi akper lain milik pemerintah daerah. Selain itu, banyak lulusan Akper yang bekerja di berbagai lembaga seperti TNI, Polri, pemerintah daerah bahkan luar negeri. Alhamdulillah Akper Sumedang sampai saat ini sudah cukup diakui,” tutupnya.
Sementara itu, bergabungnya Akper Sumedang menjadi salah satu program studi (prodi) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), berimbas pada perubahan status dosen dan tenaga kerjanya. Bila sebelumnya bernaung ke Pemkab Sumedang (Kemendagri), kini beralih status di bawah naungan UPI (Kemendikti).
Adanya perubahan status ini, baik dosen maupun tenaga kerja, diberikan pilihan bernaung di Pemkab Sumedang, atau beralih status di bawah Kemendikti dengan tetap menjalankan pekerjaan di prodi Keperawatan UPI (yang sebelumnya Akper).
Dan, di antara dosen yang memilih kembali ke Pemkab Sumedang, adalah Agus Suryana SPd SKM MM, dosen sekaligus sebagai Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI), anggota Senat Akademik, Ketua Forum Dosen, Pengawas Komite Akper dam Humas Akper. Agus menjelaskan, tidak melanjutkan ke prodi Keperawatan UPI, bukanlah kehendaknya sendiri, melainkan keharusannya untuk memilih salah satunya. “Ada aturan yang memberlakukan dosen harus memilih, sebab itu saya memilih ke Pemkab,” tutur Agus saat ditemui Sumeks, kemarin.
Kembalinya ke Pemkab, terang Agus, selain karena harus memilih, dia pun berharap adanya penyegaran dalam kinerjanya selama ini. “Saya sudah mengabdi selama 33 tahun di bidang pendidikan keperawatan ini. Sebelum Akper berdiri pada 1997 atau 20 silam, sebelumnya saya juga bertugas di Sekolah Pendidikan Keperawatan,” beber Agus. Untuk penempatan posisi di Pemkab, dia mengembalikan kebijakan kepada kepala daerah. “Untuk penempatan kerja di Pemkab Sumedang, sepenuhnya hak prerogratif pimpinan (Bupati Eka Setiawan),” ujar dosen mata kuliah dasar umum ini. (atp/adv)