Vaksin MR masih menjadi polemik di masyarakat. Berbagai alasan keagaaman diutarakan untuk menolak pemberian vaksin tersebut. Lalu apakah langkah penolakan itu tepat?
Menurut Asrorun Ni’am Sholeh, sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, melanggar langkah prefentif atau pencegahan adalah sebuah dosa. Menurutnya imunisasi merupakan salah satu langkah preventif.
Ni’am tidak menampik jika pihaknya mengetahui kalau ada pihak-pihak yang masih menolak pemberian vaksin. ”Alasan yang digunakan antara lain karena konsep imunisasi itu buatan Yahudi, tidak menghargai takdir Allah, dan tidak halal karena ada kandungn babi,” ucapnya.
Pria kelahiran Nganjuk itu punya jawaban sendiri untuk berbagai penolakan vaksin. Na’im membeberkan jika takdir tidak bisa semata-mata pasrah terhadap keadaan. Seharusnya manusia harus berusaha agar memiliki takdir yang baik. Dia mengilustrasikan ketika Nabi Muhammad perang pasti menggunakan senjata dan baju besi. ”Nabi tidak hanya pasrah kalau meninggal kan takdir Allah. Beliau berusaha,” ucapnya.
Mengenai kehalalan, Na’im mengakui bahwa banyak vaksin yang belum bersertifikat halal. Dia menyarankan agar pemerintah mendorong produsen obat untuk mendaftarkan produknya. Namun menurutnya umat seharusnya tetap melakukan imunisasi.
”Dalam Islam itu disarankan jika semua tindakan ada risikonya, maka pilih risiko yang paling kecil dan tidak berdampak besar,” ungkapnya.
Na’im lagi-lagi mengilustrasikan penggunaan vaksin tersebut dengan orang di tengah padang pasir yang sedang kelaparan dan hanya ada babi. ” Tetap haram, babinya boleh dimakan. Setelah energi orang itu pulih, maka harus usaha untuk cari makanan yang halal dan tidak lagi makan babi,” tuturnya. (lyn/rie)