Menaklukkan ”Cima Coppi”, Tanjakan Tertinggi di Italia (2-Habis)

Bagi yang bingung ”miring persen” itu seperti apa, penjelasannya begini: Kemiringan 10 persen itu berarti dalam jarak 1 kilometer, kita harus menanjak sampai 100 meter. Kalau 18 persen, ya dalam 1 kilometer menanjak 180 meter. Itu miriiiiinngggg…

Asal tahu saja, nama ”Mortirolo” itu sangat tidak ramah di telinga orang-orang Italia. Karena nama itu mirip dengan kata untuk ”kematian”.

Jalan ini sering menjadi tanjakan penentu di ajang balap Giro d’Italia. Jadi penyelenggara lomba itu memang kepalanya miringggg…

Untungnya, bagi kita-kita yang tidak balapan, tanjakan ini memberi kita alasan untuk berhenti sebelum puncak. Cukup aduh-aduh sampai kilometer 8, lalu bisa berhenti sejenak untuk foto-foto. Bukan untuk pemandangan, melainkan untuk Monumen Pantani.

Monumen itu diresmikan pada 2006 untuk mengenang pembalap legendaris Italia, Marco Pantani, yang meninggal pada 2004. Walau karirnya dibumbui masalah doping dan hidupnya berakhir dengan pengaruh narkoba, Pantani tetap mendapatkan tempat di hati publik Italia. Karena dia atlet yang dikenal membalap ”dengan hati”, selalu berani tampil habis-habisan dengan gaya yang sangat mengagumkan.

Bila sudah menyampaikan hormat pada Pantani, baru acara gowes berlanjut ke puncak. Ujung tanjakan Mortirolo sendiri tidaklah istimewa, tapi cukup berkesan karena di sana ada peternakan sapi, dan suasana ramai karena bunyi bel pada leher sapi-sapi tersebut!

Tentu saja, di puncak Mortirolo harus foto-foto. Karena di Italia (dan Prancis, dan Spanyol, dan banyak negara lain) selalu ada papan penanda finis dan ketinggian di setiap akhir tanjakan.

Saya pun berbincang dengan sahabat saya dari Pasuruan, Cipto S. Kurniawan (panggilannya Wawan). Karena orang Surabaya menanjaknya selalu ke kawasan Kabupaten Pasuruan, kita harus mengusulkan kepada pemerintah setempat agar di tiap ujung tanjakan itu juga diberi tanda serupa. Karena tanda itu tidak hanya informatif, tapi juga menandai sebuah pencapaian.

Turun dari Mortirolo, kami makan siang dulu. Lalu berlanjut lagi ke tanjakan terakhir kami selama di Italia: Passo Gavia.

Kami mengambil sisi dari Ponte di Legno, jadi jarak ke puncak sekitar 17 kilometer. Rata-rata kemiringannya 7,9 persen, tidak segila Mortirolo. Tapi, itu masih bisa dibilang gila, karena kurang lebih sama dengan Passo dello Stelvio.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan