Empat Tahun Pengabdian Empat Traveler dalam Book for Papua

Keempatnya dipersatukan kesukaan pada traveling. Khususnya mendaki gunung. Di luar Satrya, tiga anggota komunitas itu sehari-hari merupakan perawat. Mereka bekerja di dua rumah sakit swasta di Surabaya. Sedangkan Satrya yang pernah berkuliah di Jogjakarta sehari-hari berdagang.

Kalau kemudian Papua yang dipilih, kata Satrya, sang inisiator, itu karena kondisi pendidikan di sana paling buruk bila dibandingkan dengan seluruh daerah di Indonesia.

Seorang pastor yang berkawan dengan Satrya sempat menyebutkan, memberikan bantuan ke Papua ibarat memberikan setetes air kepada orang yang kehausan.

”Saya dapat cerita dari pastor tersebut bahwa di Papua kalender bekas saja bisa dijadikan buku tulis bagian belakangnya. Dari situlah, saya terpacu untuk melanjutkan membuat perpustakaan seperti yang dulu saya lakukan semasa kuliah di Jogjakarta,” kenangnya.

Satrya lantas ”mengompori” temannya yang lain. Arum orang yang pertama diajaknya.

Arum mengaku bersedia diajak Satrya karena ”panas” setelah sahabatnya itu bilang, ”Masak hanya mendaki gunung di Jawa.”

Eh, akhirnya saya bisa sampai Papua, meskipun akhirnya tidak bisa traveling karena di sana harus ngurusi anak-anak. Tapi, setiap sudut Papua itu indah, jadi tetap merasa traveling,” katanya.

Perempuan kelahiran Mojokerto itu lantas mengajak dua orang kawan yang juga perawat, Roslina dan Bingar. Selain mengumpulkan dan mengirimkan buku serta mendirikan rumah baca-tulis, Book for Papua turut mencarikan dana untuk para bocah Papua berbakat. Yakni, yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Robert Um salah satunya. Ketika donatur yang akan menanggung biaya sekolah Um sudah didapat, sang ibu ternyata tidak rela dia keluar dari kampung mereka yang ada di pedalaman hutan Asmat. Untuk melanjutkan SMP di Merauke. Saat itulah, muncul Yanu yang menjadi semacam ”ice breaker” alias pemecah ketegangan berkat kaus Persib yang dikenakan tadi.

Bocah lain yang juga dibantu untuk melanjutkan pendidikan adalah Musa Ilintamon. Ketika lulus SMP, dia sudah memilih merantau. Dari pedalaman Yahukimo ke Tiom, Kabupaten Lanny Jaya. Ketika merantau itu, dia harus berjalan kaki 16 hari.

Tinggalkan Balasan