Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan persiapan untuk penerapan full day school secara menyeluruh butuh waktu minimal setahun. Persiapan itu menyangkut kesiapan sarana prasarana sekolah, guru, siswa, hingga orang tua. Apalagi, kebijakan full day school itu termasuk kebijakan mendasar yang menyangkut pendidikan sedikitnya 50 juta anak sekolah. ”Maka, persiapannya harus matang betul,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, kemarin (20/6).
JK memang menjadi salah satu yang menilai penerapan full day school atau sekolah lima hari hingga sore itu perlu dikaji ulang. Dia menegaskan, kebijakan yang meyangkut 50 juta siswa itu tidak sepatutnya diputuskan di level menteri. Tapi, harus di tangan Presiden Joko Widodo. ”Ini butuh banyak masukan. Saya kira nanti setelah masukan-masukan itu presiden akan keluarkan peraturan,” imbuh JK.
Sejauh ini, program Mendikbud Muhadjir Effendy itu memang menuai pro dan kontra. Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menolaknya. Sedangkan, PP Muhammadiyah mendukungnya.
JK mengungkapkan bahwa konsep sekolah lima hari itu semestinya dibuat dengan fleksibel. Selama delapan jam itu tidak melulu duduk di dalam kelas. Siswa bisa melakukan kegiatan-kegiatan lain. ”Jadi nanti kita matangkanlah semuanya, menteri-menteri yang matangkan,” ujar dia.
Dia menegaskan Permendikbud 23/2017 tentang Hari Sekolah pun tidak bisa diterapkan pada tahun ajara baru. Sebab, meskipun penerapan sekolah lima hari sampai sore itu opsional itu tapi, JK menilai belum semua sekolah punya kesiapan insfrastruktur, sarana prasarana, guru, hingga logistik. ”Harus siap dulu. Yang siap ini kan tidak banyak,” tambah dia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendy mengatakan bahwa Permendikbud 23/2017 tang mengatur tentang full day school masih tetap berlaku sambil menunggu Prespres. ”Kalau (Perpres) terbit, baru dinyatakan tidak berlaku,” kata Muhajir kepada wartawan saat ditemui di kediamannya di Widya Chandra kemarin (20/6).
Sampai Prespres tersebut terbit, kebijakan mengenai full day scholl akan tetap berlaku. Muhajir menjelaskan, sesuai dengan Permendikbud 23/2017, penerapannya dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kesiapan daerah.
”Itu yang jadi pegangan. Tahun lalu sudah ada 1.500 sekolah (yang menerapkan). Tahun ini ada yang start sebanyak 9.300 sekolah,” terang dia.