Melalui surat permohonan praperadilan yang dibacakan kemarin, penasihat hukum Miryam turut menyampaikan alasan mengajukan praperadilan. Menurut mereka, KPK tidak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan maupun penyidikan berkaitan tindak pidana memberikan keterangan tindak benar.
Tugas dan kewenangan KPK sudah diatur dalam pasal 6 BAB II Tugas, Wewenang, dan Kewajiban UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Salah satunya melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Itu sesuai ketentuan.
Karena itu, KPK dianggap tidak punya wewenang mengurus tindak pidana yang disangkakan kepada Miryam. ”Pasal 22 UU pemberantasan tipikor yang disangkakan kepada pemohon (Miryam) jelas dinyatakan sebagai tindak pidana lain yang berkaitan dengan tipikor,” terang Aga.
Bukan hanya itu, mereka menilai KPK melabrak pasal 174 KUHP. Sebab, Miryam ditetapkan tersangka oleh KPK. Bukan hakim dalam sidang e-KTP. Padahal, penetapan tersangka tersebut dilakukan lantaran Miryam diduga memberikan keterangan tidak benar dalam sidang mega korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun.
Aga dan penasihat hukum lainnya juga meanggap penetapan tersangka Miryam tidak dilengkapi dua alat bukti yang sah. Sebab, hanya keterangan saksi Elsa Syarief yang sudah dikantongi oleh lambaga antirasuah itu. Sedangkan bukti surat putusan perkara terdakwa Irman dan Sugiharto belum keluar karena sidang masih berlangsung.
Menanggapi itu, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyampaikan bahwa instansinya tidak akan mundur. Negara tidak boleh kalah dalam upaya pemberantasan korupsi. ”Karena masyarakat juga sangat dirugikan,” kata ditemui usai sidang pembacaan surat permohonan praperadilan kemarin. Setiadi pun berjanji akan menyampaikan secara jelas dan rinci kajian KPK. (syn/k/gun)