”Jadi anak itu dimasukan satu tahun sebelumnya agar masuk wilayah sini,” tambahnya.
Koordinator Komunitas Peduli Pendidikan Jabar itu juga menyebut, yang dimaksud dengan rayonisasi itu diberi jatah wilayah. Umpamanya SMA 3 dan SMA 5 yang wilayahnya sekitar Kecamatan Bandung Wetan dan Sumur Bandung. Bedanya dengan provinsi, sekarang menggunakan sistem zonasi. Dalam artian kasan, tidak mengenal wilayah.
”Jadi saat ini yang masuk SMA diutamakan nilai akademisinya ditambah dengan kedekatan rumah,” jelasnya.
Contohnya, kata dia, SMA 13 yang berbatasan dengan Kota Cimahi. Dengan regulasi baru tersebut, siswa Kota Bandung dan Kota Cimahi memiliki potensi yang sama. ”Kalau rayonisasi tidak bisa seperti itu. Anak Kota Bandung dulu yang masuk,” terangnya.
Dengan diberlakukannya sistem zona, menurut Iriyanto, maka keadilan memperoleh keadilan berpendidikan itu terlaksana. Sebab, zona menghitung jarak. Sedangkan rayon per wilayah.
Bagi dia, zona pendidikan Pemprov lebih baik, karena harus adil ke semua anak yang berada di pinggiran kota dengan merata. Dengan begitu, yang ingin masuk ke SMA favorit itu dilihat dari segi akademisi. Bukan masalah wilayah lagi.
”Saat ini masih ada ketimpangan mutu pendidikan. Walaupun saat ini kota dan provinsi memiliki keinginan untuk pemerataan pendidikan, tapi belum dibarengi fasilitas dan penguatan sumberdaya mengajarnya,” jelas dia.
Dia pun melihat juga ada kelebihan dari peraturan Menteri Pendidikan dan budaya (Permendikbud) PPDB masalah penerimaan dengan jalur akademisi seperti yang saat ini dianut Dinas Pendidikan Provinsi. ”Itu yang kemudian menjadi payung hukum mengenai PPDB dan Permendikbud itu untuk jalur akademik,” urainya.
Di sisi lain, selain ada jalur akademisi ada pula penerimaan dengan jalur prestasi. Di sistem ini, anak-anak yang memiliki prestasi akan mendapatkan penilaian khusus.
Akan tetapi jalur ini pun dinilai tetap akan rawan seperti tahun lalu. ”Tahun lalu, kami menerima prestasi-prestasi bodong. Tidak ikut lomba tapi punya sertifikat,” tegasnya.
”Saat ini yang kita usung pendidikan karakter, dalam pendidikan karakter ini ada dua kuncinya keteladanan dan kebiasaan. Kalau keteladan ini tidak bisa dijalankan oleh atasannya maka ke bawahnya juga rusak,” tandasnya.