Dia berpandangan, pemahaman karateristik terbagai menjadi tiga bagian penting. Di antaranya, pentingnya pemilih perempuan, gentingnya pemilih perempuan dan genitnya pemilih perempuan. ”Jadi para calon pemimpin perempuan harus memperhatikan tiga karateristik ini,”ucap dia.
Wawan menguraikan, kenapa pemilih perempuan memiliki arti penting dalam pemilu sebab secara Demografi pemilih perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Bahkan perempuan memiliki sifat soliditas dalam nurani sosial ketimbang kaum pria.
”Jadi karater perempuan ini bisa dijadikan kekuatan untuk iklan berjalan karena ibu-ibu bisa mempengaruhi tetangganya, kerabatnya dalam menentukan pilihan lewat berbagai aktivitas yang dilakukan,” ujar dia.
Karakter selanjutnya yaitu gentingnya perempuan. Hal ini, dilihat dari kondisi perempuan yang tidak berbanding lurus dalam urusan politik yang disebabkan keterbatasan dalam pendidikan.
Selain itu, perempuan memiliki sifat genit dalam menentukan pilihan tanpa mempertimbangkan program-program calon pemimpin tersebut. Namun lebih melihat popularitas dan performa fisik calon.
”Ibu-ibu kan asal lihat calonnya gagah, ganteng berwibawa langsung memilih itu tanpa mengerti program yang disampaikan ketika berkampanye,” cetus dia.
Sementara itu, Anggota DPD RI Eni Sumarni yang turut hadir dalam acara tersebut mengungkapkan, peran perempuan dalam politik atau menjadi pemimpin di Indonesia sebetulnya sudah sudah dimulai oleh para pahlawan kemerdekaan. Bahkan, di Jabar sendiri seperti di Kerajaan Sumedang berdasarkan sejarah ada dua ratu yang menjadi pemimpin pada masanya.
”Jadi bagi saya menjadi pemimpin perempuan tidak jadi masalah. Sebab, sudah banyak pembuktiannya seorang pemimpin perempuan lebih berani, luwes dan tegas dalam menentukan sikap,” ucap Eni.
Melihat kondisi kiprah perempuan dalam politik di Indonesia saat ini sudah semakin baik. Hal ini, tidak lepas dari partisipasi politik perempuan yang duduk diparlemen semakin bertambah.
Namun, pada kenyataannya partisipasi hak politik kurang banyak diminati oleh kaum perempuan. Sebab, banyak anggapan bahwa urusan politik adalah urusan laki-laki.