Djoko Tjahjono Iskandar, 40 Tahun Abdikan Diri Teliti Katak Indonesia

Studi Djoko kemudian mengungkap bahwa populasi Barbourula kalimantanensis tinggal sedikit. Bahkan, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyatakan spesies katak tersebut kini terancam punah.

Bukan hanya katak tanpa paru-paru yang berhasil ditemukan dan diidentifikasi Djoko. Dia juga menemukan katak yang melahirkan kecebong. Bukan kecebong yang keluar dari telur katak.

’’Katak melahirkan kecebong itu saya temukan di Sulawesi. Saya sedang mengambil bahan untuk penelitian. Saya mengambil katak dan menaruhnya di wadah. Tidak berapa lama, di wadah itu sudah ada kecebong. Saya pikir itu mungkin kecebong yang menempel di tubuh katak dan tidak terlihat,’’ ceritanya.

Tapi, Djoko yakin, saat memasukkan katak ke wadah, tidak ada kecebong yang menempel di katak tersebut. Maka, untuk mengetahui lebih lanjut, Djoko membedah katak itu. Djoko sangat kaget melihat kecebong yang memenuhi perut katak. Ternyata, katak tersebut sedang mengandung kecebong. Kecebong yang ditemukan Djoko dalam wadah itu sangat mungkin merupakan anak katak tersebut.

’’Temuan saya itu langsung saya kabarkan ke rekan saya yang sedang di Sabah (Malaysia). Dia pun cepat-cepat terbang ke sini karena ingin melihat langsung katak yang mengandung kecebong itu,’’ kenang penerima penghargaan Habibie Awards 2005 itu.

Kini, memasuki usianya yang ke-67 tahun, Djoko masih sibuk mengajar di Sekolah Teknologi dan Ilmu Hayati ITB. Dia juga masih aktif meneliti dan menulis.

’’Masih banyak kodok dan cicak yang harus saya selesaikan penelitiannya,’’ tuturnya.

Memang, pada usia yang makin sepuh, Djoko mulai mengurangi aktivitas di lapangan. Selama tiga tahun terakhir, dia malah tidak turun lapangan. Kondisi kesehatan menjadi alasan utamanya. Terakhir melakukan penelitian di lapangan, lututnya bengkak dan memerlukan masa penyembuhan selama hampir enam bulan.

’’Padahal, penelitian lapangannya hanya tiga minggu. Setelah diperiksa, ternyata itu kista dan harus dioperasi,’’ jelasnya.

Djoko menilai itu adalah peringatan bagi dirinya untuk menyudahi aktivitas lapangannya dan cukup meneliti di laboratorium. ’’Hasil ekspedisi saya selama 40 tahun juga menumpuk. Sekarang tinggal saya teliti dan saya tulis. Jika saya diberi umur panjang, mungkin akan ada 70–80 spesies baru lagi,’’ ujar Djoko.

Tinggalkan Balasan