Kisah Pengrajin Batik Tulis Dalam Mempertahankan Nilai-Nilai Tradisional

”Pembuatan batik tulis masih tradisional seperti dulu. Pake canting dan lilin panas. Namun, paling penting adalah orangnya. Karena, kehalusan batik itu kuncinya di orangnya terutama pada proses pencantingan. Seperti kita nulis aja mbak, ada yang bagus dan ada yang jelek. Kualitasnya ya tergantung orangnya mbak,” ungkap Aris dengan aksen Solonya.

Selain dari segi pembuatan, pengrajin batik pun diuji kesabarannya dalam hal waktu pengerjaannya. ”Mengenai pembuatan batik tulis itu nggak tentu. Biasanya satu kain satu tahun. Saya biasanya sembilan bulan. Itupun nggak melulu dalam proses cantingnya. Kan ada banyak convert. Inilah wujud kesabaran orang Jawa yang paling tinggi seninya. Bayangkan saja, kalau batik itu butuh kesabaran satu orang. Kain satu harus dikerjakan satu orang. Kalau sama orang lain, ya hasilnya pasti beda,” ujar detail.

Adapun mengenai pemasarannya, Aris mempromosikan produknya lewat media sosial dan pameran-pameran. Pertama kali dia mengikuti pameran di Jakarta. Waktu itu dia merupakan pembatik termuda. ”Saya pembatik termuda, pas pameran pertama kali di Jakarta. Heee…,” ujarnya sambil terkekeh.

Omset penjualan Aris pun selalu bagus, meskipun zaman sekarang orang-orang lebih tertarik pada fashion dibandingkan kualitas batiknya. Aris tetap optimistis. ”Omset alhamdulillah bagus. Meskipun orang-orang sekarang lebih sukanya ke tren. Sementara warna-warna yang kita sediakan ya tradisional,” ungkapnya.

Kalau dibandingkan dengan batik cetak, batik tulis memang kalah laris. Namun, masalah kualitas dan harga, batik tulis pemenangnya. Hukum pasar, kalau  kualitas barang tinggi, otomatis harga pun akan tinggi. ”Saya tetap akan mempertahankan kualitas dan harga. Adapun harga batik tulis yaitu sekitar Rp 650 ribu sampai Rp 75 juta yang termahal. Kemarin pun (3/2) pas pameran Graha Manggala Siliwangi, ada salah satu pengunjung saya yang belanja di stand sampai habis Rp 75 juta,” ujar dia.

Untuk ke depannya, Aris akan lebih mengembangkan dunia batiknya dengan cara menyesuaikan diri dengan minat pembeli. Meskipun begitu, Aris tak akan melepaskan nilai-nilai tradisi Jawa. ”Tradisinya tetap akan saya pertahankan, tapi saya akan lebih mengembangkan. Jadi, nggak melulu tradisi kraton aja. Saya akan memasukkan unsur China semisal warna merah yang disukai orang-orang sekarang yang motifnya burung gitu. Namun tetap, tradisi jawa pasti ada,” jelasnya. (*/fik)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan