Meski begitu, ada pula keluhan dari beberapa pengrajin batik seperti mahalnya bahan baku yang beberapa diantaranya harus impor. Pewarna tekstil hingga kain yang saat ini mengalami kenaikan disiasati dengan mengurangi lebar dan panjang kain batik.
Lebih lanjut mengenai perkembangan pengrajin batik Desay mengaku saat ini batik print sudab tumbuh pesat di Indonesia. Tak hanya Tiongkok, Indonesia juga mulai mengadaptasi sistem tersebut untuk memenuhi kebutihan order batik yang tinggi.
”Kalau batik tulis ada bertambah pastinya tapi kalau batik print di Indonesia itu pesat. Gak hanya itu cap juga banyak. Kalaupun print batik indonesia masih pake sistem mesin manual. Beda sama yang di Tiongkok, mereka sudah per-rol da sudah semuanya pake mesin,” ungkap dia.
Dirinya berharap kedepan para pengrajin dan pengusaha batik akan terus bertahan dengan banyaknya pesaing seperti karya karya batik instan yang diproduksi Tiongkok. Selain menawarkan harga yang lebih murah, batik print asal Toongkok juga mulai mebanjiri beberapa pusat perbelanjaan utama di Kota Bandung. Untuk membantu dan mendorong produk lokal pihaknya berharap para pembeli batik tetal untuk menggunakan karya karya dalam negeri.
”Filter itu sekarang ada di masyarakat. Produk china lebih murah, meski begitu konsumen sudah pintar. Kalau batik kita lebih update segar dan beragam tapi kalau produkai luar motif sudah terlambat. Trend motif masih duluan Indonesia,” pungkasnya. (fika-job/bbs/fik)