”Ketika Bu Atty dibawa ke KPK pun tidak dijelaskan status hukumnya. Dalam daftar bukti yang dimiliki KPK pun tidak ada bukti rekaman dan percakapan dalam ponsel,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong para praktisi hukum dan akademisi untuk mendesak adanya revisi dalam UU dengan menambahkan satu pasal yang mengatur penghentian sementara kasus yang menimpa calon kepala daerah demi kepastian hukum, kecuali kasus menyangkut pidana pemilu. ”Intinya, paslon harus diberi imunitas untuk sementara waktu. Jangan sampai tuduhan tidak sebanding dengan pengeluaran calon maupun kerugian anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk Pilkada karena Pilkada menjadi tidak semarak,” ujarnya.
Dini menambahkan, saat ini proses penegakan hukum di Indonesia tengah menghadapi para penegaknya yang dengan mengesampingkan norma-norma yang berlaku sehingga tak jarang banyak menabrak Hak Azasi Manusia (HAM). ”Contohnya dalam kasus OTT yang dilakukan KPK. Selama KUHAP itu belum direvisi seharusnya standar dalam OTT itu dipatuhi. Acapkali penetapan tersangka oleh KPK terlalu prematur. Contoh kasus yang menimpa Bu Atty tidak masuk dalam kriteria Tertangkap Tangan sesuai KUHAP,” paparnya. (bun/ign)
Baca Juga:BPJS Kesehatan Tanggung Biaya Operasi GeulisKans Kembali ke Persib
Mendagri: Tak Akan Ada Penangguhan
SETIAP calon kepala daerah yang tersangkut masalah hukum tapi menjadi peserta pilkada serentak akan ditangguhkan proses hukumnya. Namun kasusnya akan tetap dilanjutkan usai pelaksanaan pilkada.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta kepada Kepolisian agar proses hukum yang menjerat peserta pilkada tetap berjalan. Meski ada surat edaran (SE) peraturan Kapolri (Perkap) Nomor SE/7/VI/2014 yang mengatur tentang penangguhan proses hukum peserta pilkada.
”Saya kira polisi harus berdasarkan keadilan dan hukum. Semua pasangan calon, kalau ada indikasi-indikasi, ya silakan (proses). Jadi tidak ada model bahwa penegak hukum, wah, kami tunda dahulu menunggu sampai pilkada selesai, ya enggak ada,” ujar Tjahjo di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, kemarin (30/1).
Hal itu, kata Tjahjo, harus tetap transparan agar bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat yang memilih nantinya. ”Jadi bukan berarti ditangguhkan, terus lepas masalahnya. Ini supaya masyarakat juga tahu bahwa yang dipilih nanti bagaimana,” katanya.
