Patrialis Tersangka Suap

Bahkan, dia tak menampik, jika selama ini alat komunikasi para hakim dalam pengawasan KPK. ”Kita silakan KPK menyadap. Tapi kalau ternyata terjadi seperti ini sudah di luar kehendak,” terangnya.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan keprihatinanya atas operasi tangkap tangan yang menimpa hakim Mahkamah Konstitusi. Meskipun begitu dia tetap meminta masyarakat menunggu proses hukum tuntas. ”Tentu kita sangat prihatin karena ini lembaga hukum,” ujar JK di kantor Wakil Presiden,  kemarin (26/1).

Dia juga menepis anggapan soal latar belakang Patrialis yang berasal dari partai politik. Menurut JK, kader partai atau bukan itu tidak menjadi jaminan seseorang bisa terjerembab dalam pusara kasus korupsi.

Sebab, selama ini yang sudah dijebloskan ke penjara karena korupsi berasal dari berbagai macam latar belakang. Mulai dari partai politik, profesional, pejabat, dan pengusaha. ”Tidak berarti kalau dari partai itu pasti salah, ndak juga, Tergantung orangnya,” urai pejabat berlatar belakang politisi dan pengusaha itu.

Selain itu, JK juga tidak yakin kalau penangkapan itu terkait pergantian hakim konstitusi dan revisi undang-undang antikorupsi. ”karena saya sendiri belum dengar tapi yang begini kan informasi yang timbul kan,” tambah dia.

Sementara itu, Ketua Presidium Dewan Peternakan Nasional (Depernas) Teguh Boediyana menjelaskan, penangkapan Patrialis menjadi salah satu titik terang dari keluhan yang dipendam oleh peternak selama delapan bulan terakhir. Pasalnya, mulai 16 Oktober 2015 lalu, dia bersama dengan pemerhati peternak lokal lainnya mengajukan judicial review terhadap ketentuan dalam undang-undang (UU) nomor 41 2014 mengenai peternakan dan kesehatan hewan.

’’Kami sudah mengajukan gugatan terhadap pasal 36C dan 36E yang membolehkan impor ternak berbasis zona bukannya basis negara. Semua proses persidangan di MK sudah selesai pada 12 Mei 2016 tapi putusannya belum keluar sampai sekarang,’’ jelasnya.

Menggantungnya putusan hingga berbulan-bulan sangat mengherankan bagi peternak lokal. Pasalnya, kasus hukum ini sebenarnya sudah bukan barang baru. Polemik impor ternak berbasis zona sudah terjadi pada 2009. Saat itu, pemerintah baru saja menciptakan produk hukum UU nomor 18 2009 yang mengganti fungsi UU nomor 6 1967 tentang ketentuan pokok peternakan  dan kesehatan hewan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan