Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengungkapkan, empat tersangka dan 7 saksi diperiksa intensif sejak Rabu di gedung KPK. Dia menyebut, Kamaludin yang menjadi perantara suap merupakan teman Patrialis. Kamal menghubungkan Basuki dan Patrialis untuk pemberian suap tersebut. Diduga, komunikasi antara Patrialis dan Basuki terkait permohonan uji materi UU Nomor 14/2014 itu sudah dilakukan sejak lama.
”BHR (Basuki Hariman) dan NGF (Fenny) selaku importir daging melakukan pendekatan ke PA (Patrialis) melalui KM (Kamaludin). Ini dilakukan agar bisnis impor daging (Basuki) dapat lebih lancar,” jelasnya saat konferensi pers di gedung KPK kemarin.
Patrialis dan Kamaludin sebagai penerima suap dijerat dengan pasal 12 huruf c atau pasal II UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Basuki dan Fenny sebagai pemberi suap disangka dengan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU Nomor 31/1999 yang diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sekadar informasi, Basuki sebelumnya juga pernah tersandung masalah korupsi suap impor daging yang melibatkan Lutfi Hasan Ishaaq pada 2013.
”Sekali lagi, KPK memperingatkan penyelenggara negara untuk tidak menerima suap,” ucap jebolan perwira tinggi Polri ini.
Sayang, KPK belum mau membeberkan lebih jauh terkait keterlibatan hakim MK lain dalam kasus suap itu. Sebagai catatan, ada sembilan hakim MK yang memiliki kewenangan dalam memutuskan permohonan uji materi. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan bukan hanya Patrialis saja yang terlibat.
”Terkait dengan itu (keterlibatan hakim MK lain) masih didalami penyidik,” ujar komisioner KPK Laode M. Syarif.
KPK juga belum mau mengungkap lebih jauh peran Patrialis dalam permohonan uji materi itu. Laode mengatakan, semua yang berkaitan dengan perkara dan keterlibatan pihak lain masih dalam pengembangan. Laode pun mengatakan, KPK tidak menargetkan secara khusus hakim-hakim di MK dalam kasus tersebut. ”Tapi ini betul-betul karena informasi dari masyarakat,” dalihnya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat meminta maaf kepada masyarakat. Sebab, meskipun perilaku dilakukan secara personal, hal itu tetap ikut mencoreng MK sebagai penjaga marwah konstitusi. Terlebih, kasus tersebut justru menimpa di tengah upaya MK membangun kembali kepercayaan masyarakat usai kasus Akil Mochtar.