”Tidak bisa sepihak (menarik diri) karena ada sejumlah sanksi. Kalau dipaksakan tanpa dibawa ke WTO, dikhawatirkan negara lain juga akan melakukan hal yang sama. Akibatnya akan ada perang dagang dan dampaknya jelek untuk ekonomi global. Indonesia pasti juga akan terdampak,” papar Lana, kemarin (22/1).
Terkait dampak kebijakan proteksionisme Trump, Lana menuturkan, Indonesia tidak akan terdampak secara langsung. Sebab, sasaran kebijakan perdagangan tersebut adalah RRT dan Meksiko. Namun, jika RRT cukup terdampak dengan kebijakan tersebut, maka Indonesia pun akan kena getahnya.
Dia mengungkapkan, kemungkinan besar RRT akan kehilangan pasarnya di AS. Pilihannya, negara tersebut akan mengalihkan pasarnya ke negara-negara berkembang, terutama Indonesia.
”Kenapa Indonesia, karena pasarnya besar dan penduduk dengan income kelas menengah ke atasnya juga cukup besar. Nah, ini yang menjadi PR pemerintah, bagaimana menghadapi serbuan barang-barang impor China. Selain itu, kalau ekspor China ke AS menurun, maka permintaan China untuk barang-barang komoditas yang biasanya diimpor dari Indonesia juga ikut menurun,” ungkapnya.
Akibatnya, lanjut lana, kinerja ekspor Indonesia makin lemah. Jika hal tersebut berlangsung terus-menerus, pemerintah tidak bisa lagi mengandalkan ekspor untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tahun ini. Karena itu, pihaknya meragukan jika ekonomi domestic tahun ini bisa tumbuh melebihi lima persen. Satu-satunya cara untuk bertahan di tengah ketidakpastian global akibat sejumlah kebijakan ekonomi Trump ini adalah memperkuat ekonomi nasional.
”Dukungan ekspor akan makin berat. Investasi juga diprediksi menurun apalagi dengan kondisi ekonomi seperti sekarang ini. Investasi luar negeri, dengan kondisi amerika seperti itu, pasti investor menahan diri karena cari pendanaannya juga repot. Perbankan global juga akan menahan diri sampai jelas. Untuk itu, satu-satunya yang bisa menjadi andalan pemerintah adalah memperkuat konsumsi, baik konsumsi rumah tangga dan pemerintah,” imbuhnya.
Dari sisi rencana ekspansi fiscal, termasuk pengurangan pajak yang akan dilakukan Trump, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan hal tersebut mendorong terjadinya capital flight dari pasar Emerging Market termasuk Indonesia. Selain itu, kebijakan fiscal tersebut juga akan mendorong kenaikan inflasi yang akhirnya berujung pada normalisasi kebijakan suku bunga The Fed.