Lihat Biennale di SAM, Ketemu OHD di Awarding

Tiga setengah abad kemudian, nasib pulau yang kaya rempah pala itu secara dramatis telah berubah. Kulit kerbau tersebut digambarkan sebagai gugusan pulau-pulau yang kaya sumber daya alamnya. Tapi, kekayaan itu seolah memudar karena konflik dan kepentingan antar penguasa.

Made menambahkan mozaik-mozaik kaca yang kemudian menimbulkan efek berkilau dalam kegelapan. Mozaik-mozaik tersebut tentu punya makna yang terkait dengan peta kulit kerbau itu.

Masih banyak karya lain yang dipamerkan di SAM. Sebagian besar membuat pengunjung tertarik. Bagaimana proses kreatif di balik terciptanya karya-karya tersebut, langsung timbul dalam pikiran.

Kamis malam (12/1) digelar malam penghargaan 11th Benesse Prize di tempat yang sama. Penghargaan tersebut diberikan kepada seniman terpilih yang masuk di Singapore Biennale 2016. Dan, pemenang tahun ini adalah perupa Thailand Pannaphan Yodmanee.

Yodmanee mengerjakan karya mixed media dan instalasi yang besar dalam arti sebenarnya. Dalam karya berjudul Aftermath berukuran 300 x 1.600 cm, perempuan cantik itu menggambarkan relevansi filosofi Buddha dalam kehidupan sehari-hari.

”Pemahaman saya tentang kosmologi Buddha, kemudian membandingkannya dengan science, sungguh memperkaya imajinasi saya,” kata Yodmanee.

Sebagai penerima penghargaan, dia mendapat kesempatan untuk memamerkan karyanya di Benesse Art Site Naoshima, Jepang, tahun ini. Dia juga mendapat hadiah uang tunai JPY 3 juta (sekitar Rp 349 juta).

Sementara itu, seniman Singapura Zulkifle Mahmod meraih penghargaan khusus Soichiro Fukutake Prize. Dia membuat instalasi suara berjudul SONICreflection. Mahmod menyajikan suara-suara yang menggambarkan nuansa Singapura, yang melukiskan keanekaragaman kultur dan etnis.

Bahkan, mereka membentuk teritori tersendiri. Misalnya, ada Little India, kawasan di Singapura yang dihuni orang-orang etnis India. Mereka menimbulkan suara yang berbeda dengan kawasan etnis lainnya. Mahmod menginvestigasi suara-suara itu dan menyajikan dalam karyanya.

Pemberian penghargaan tersebut dihadiri para pelaku seni seperti kolektor serta kurator dari berbagai negara. Tampak, antara lain, dr Oei Hong Djien (OHD). Kolektor kenamaan asal Magelang, Jawa Tengah, tersebut juga menjadi honorary advisor and board member Singapore Art Museum (SAM).

”Saya sangat familier dengan SAM. Saya juga terlibat dalam proses kelahiran museum ini,” katanya. Bahkan, bukunya yang ditulis bersama Dr Helena Spanjaard pada 2004, Exploring Modern Indonesian Art: The Collection of Dr. Oei Hong Djien, diluncurkan di SAM. ”Ya, di ruangan ini,” imbuhnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan