Indikasi kedua adalah pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Berbicara di forum seminar Preventive Justice dalam Antisipasi Perkembangan Ancaman Terorisme pada Selasa (6/12) lalu, Gatot mengingatkan bahaya terorisme yang jaraknya semakin dekat ke Indonesia, karena kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) telah memilih dan membangun kawasan Filipina Selatan sebagai home base di Asia Tenggara.
Sedangkan Presiden Duterte mengemukakan bahwa ISIS akan mendirikan kekhalifahan baru di empat negara Asia Tenggara, yakni Filipina, Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Indikasi lain adalah kembalinya puluhan simpatisan ISIS warga negara Indonesia (WNI) ke tanah air. Jelang akhir Oktober 2016, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengemukakan bahwa sebanyak 53 WNI yang pendukung jaringan terorisme ISIS di Suriah dan Irak telah kembali ke Indonesia. Masalah ini pun telah dilaporkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, menurut Suhardi, masih ada ratusan WNI yang berada di markas ISIS.
”Pertanyaannya adalah mereka kembali untuk apa? Kembali untuk menjalani kehidupan normal? Atau, kembali untuk mewujudkan rencana ISIS membangun kekhalifahan di Asia Tenggara?” kata Bambang mengingtkan. Dalam hal ini, pemerintah memang memberi kesempatan bagi untuk mengikuti program deradikalisasi. Namun, patut dipertanyakan apakah mereka tulus mengikuiti program seperti itu, atau hanya dijadikan semacam kamuflase untuk menutup-nutupi kegiatan mereka sebagai pendukung ISIS.
Presiden Joko Widodo mengapresiasi temuan bom tersebut. Beruntung, bom itu belum sempat meledak. Dia menyatakan sudah mendapat laporan dari Kapolri mengenai kejadian tersebut beserta penanganannya oleh tim Densus 88. Hal itu dia sampaikan usai penyerahan sertifikat tanah di kantor kecamatan Entikong, Kalimantan Barat, kemarin (21/12).
Presiden menyatakan, dia memberi penghargaan tinggi kepada Polri dan Densus 88 atas langkah yang dinilai antisipatif. ’’Sehingga hal-hal yang tidak kita inginkan bisa dicegah sebelum kejadian,’’ ujarnya. Langkah cepat tersebut diperlukan agar bom tidak sampai meledak.
Menurut Presiden, Masyarakat patut bersyukur karena kasus itu langsung ditangani sebelum bom meledak. Sebab, di negara lain, kerap kali aksi teror terjadi baru ditangani oleh pihak keamanan setempat. ’’Kita berharap masyarakat juga selalu waspada, melihat kanan kiri, kalau ada yang perlu dilaporkan segera dilaporkan kepada aparat,’’ lanjutnya.