Perjuangan TKI di Taiwan, Bekerja sambil Kuliah di Universitas Terbuka

Ayu mengaku pernah dimintai tolong seorang mahasiswa UTT yang sudah berusia 40 tahun. Namanya unik: Pak Cinta. Ayu terharu mengingat kenangan itu. Sebab, Pak Cinta sudah menitipkan uang kuliahnya untuk semester depan meski semester sebelumnya masih berlangsung. Dia khawatir tidak punya uang kuliah bila tidak segera ”menabung” di tempat Ayu. ”Baru kali ini ada biaya kuliah sampai inden,” ungkap Ayu.

Wahid Dian Budiyanto dari Bapel UTT di Tainan menjelaskan, ada tiga jurusan di UTT. Yaitu, manajemen, komunikasi, dan sastra Inggris. Para tutor umumnya adalah dosen dari perguruan tinggi negeri di Indonesia yang berkuliah di Taiwan. Jumlah total mahasiwa UTT saat ini sekitar 300 orang. Kebanyakan para TKI.

Waktu kuliah ditempuh selama 8 semester atau 4 tahun seperti perguruan tinggi lain. Mereka akan menjalani ujian akhir semester (UAS) di dua tempat. Pertama di Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI), Taipei City. Itu diperuntukkan mahasiswa yang tinggal di Taiwan Utara. Yang kedua di Tainan bagi mahasiswa yang berdomisili di Taiwan Selatan.

Biasanya UAS dilakukan dua kali pada Minggu berturut-turut. ”Satu kali ujian langsung lima mata kuliah sehari,” ujar Dian. Meski berat, mahasiswa UTT tidak pernah mengeluh. Mereka malah senang seperti itu karena jauhnya tempat ujian dan mahalnya biaya transportasi di sana.

Setelah dinyatakan lulus, ijazah akan diserahkan di KDEI, Taipei. Tahun ini wisuda sudah dilangsungkan pada Mei 2016. Ada 14 TKI yang dinyatakan lulus dan berhak mendapatkan gelar sarjana. Kebanyakan perempuan. Saat wisuda, mereka benar-benar bersukacita. Sebab, sarjana UTT mempunya derajat yang sama dengan ijazah perguruan tinggi negeri.

Saking senangnya, para buruh migran itu biasanya langsung menyatakan keinginannya untuk kuliah S-2. ”Saya ingin langsung melanjutkan kulaih S-2 di sini (perguruan tinggi Taiwan, Red). Apa boleh?” ungkap Dian menirukan pertanyaan si TKI yang sarjana baru itu.

Arek Prambon, Sidoarjo, itu biasanya tidak bisa langsung menjawab. Meski begitu, dia mengapresiasi semangat para TKI tersebut.

Koordinator Bapel UTT Akmalul Ulya menambahkan, meski berstatus buruh migran, mahasiswa UTT juga punya banyak prestasi. Misalnya, Euis Komariah yang sukses meraih peringkat ketiga turnamen taichi President Cup 2015 di Taichung. Dia juga mengoleksi beberapa medali emas dari kejuaraan semacam yang diikuti. Menariknya, Euis dilatih sendiri oleh sang majikan.

Tinggalkan Balasan