bandungekspres.co.id, BANDUNG – Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat (Jabar) I menargetkan penambahan pengamanan pajak sebesar Rp 5,5 triliun. Sebab, dengan sisa waktu di akhir 2016 ini, telah realisasi pencapaian sudah mencapai 78 persen atau sebesar Rp 23 triliun.
Kepala Kanwil DJP Jawa Barat I Yoyok Satiotomo mengatakan, apabila melihat tren Kanwil seluruh Indonesia yang berjumlah 33 kanwil, Kanwil Jabar I ada di posisi keenam.
Keberhasilan pengamanan penerimaan ini merupakan hasil dari penggalian potensi dan mewujudkan realisasi serta sukses TA. Sebab, yang membedakan Kanwil Jabar I dengan Kanwil lainnya adalah rerata WP yang mengikuti TA tidak lebih dari 2 persen. Sedangkan, Jabar mampu mencapai 5 persen WP telah mengikuti TA.
”Saat ini, untuk sektor UKM saja, kami akan menyasar 5.027 wajib pajak. Biasanya mereka mepet waktu karena akhir periode II Desember baru bayar pajak seperti pada periode sebelumnya,” kata Yoyok di sela-sela kegiatan Gathering di Hotel Ciwidey Valley, kemarin (2/12).
Oleh karena itu, tutur Yoyok, pihaknya telah menyiapkan sejumlah program kerja untuk mencapai target yang ditetapkan. Sebab, di samping dengan mempertahankan atau meningkatkan program Tax Amnesty (TA) tahap kedua yang menyasar UKM, profesi dan prominence people.
”Kami akan melakukan gerakan masif dan persuasif. Sekarang programnya terus berjalan serempak dari Ciamis sampai Cimahi seluruh pasukan turun ke lapangan dengan membawa data untuk menyasar wajib pajak,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengungkapkan, pelaksanaan TA di periode pertama sangat sukses meski sempat ada kekhawatiran. Bahkan, katanya, Indonesia ini menjadi negara dengan rekor deklarasi dan tebusan terbesar di dunia.
”Ada Rp 4.000 triliun harta yang dideklarasikan. Uang tebusan itu sudah Rp 98 triliun,” ungkapnya.
Tapi, lanjut Yustinus, untuk saat ini, persoalan Dirjen Pajak selanjutnya yaitu, membangun administrasi pajak terintegrasi. Sebab, selama ini, Dirjen pajak tidak diberi akses untuk mengetahui potensi WPnya yang berintestasi di dalam negeri. ”Uang disimpan dalam bentuk deposito dan saham. Namun, pajak tidak diberikan akses untuk mendapatkan datanya. Kalau pun ada data gelondongan saja,” urainya.